Makassar – Transtv45.com , Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E.Zulpan menyatakan turut merasa prihatin atas meninggalnya tiga orang. pendaki gunung saat melakukan persiapan mengikuti upacara pengibaran bendera merah putih di hari ulang tahun kemerdekaan pada Selasa, 17 Agustus. di Gunung Bawakaraeng.
Tiga orang korban tewas tersebut masing-masing Steven (21) mahasiwa PNUP, Zainal Abidin (21) mahasiswa UIN Alauddin, dan Rian (20)
Diketahui ,kronologi kejadian dari awalnya rombongan berjumlah delapan orang itu berangkat dari Sungguminasa, Gowa menuju Gunung Bawakaraeng pada Sabtu, 14 Agustus.
Saat tiba di Pos Bulubalea pada malam hari, sempat dicegat petugas karena pelarangan kegiatan berkerumun, namun mereka tetap berangkat menuju puncak Gunung Bawakaraeng untuk persiapan mengikuti upacara pengibaran bendera merah putih di hari ulang tahun kemerdekaan pada Selasa, 17 Agustus.
Lebih lanjut E Zulpan menjelaskan , Sebagai pendaki gunung, tentu keinginan untuk mendaki gunung sangat tinggi. Terlebih, sudah berbulan-bulan, tidak melakukan pendakian, karena berbagai destinasi wisata alam, termasuk pendakian gunung ditutup, guna mencegah penyebaran COVID-19. Bahkan, termasuk kemping pun tidak bisa.
“Hal itu dilakukan aparat pemerintah semata-mata Karena, harus memutus mata rantai penyebaran COVID-19, khususnya di Sulsel ,”kata E .Zulpan , Kamis (19/08)
E .Zulpan meminta para pendaki untuk memahami aturan yang ditegakkan aparat dan untuk sementara menahan ego dan keinginan mendaki gunung demi lebih peduli pada kesehatan, keselamatan dan keamanan komunitas masyarakat lokal, staft dan petugas pengelola beserta mitra dan volunteer di destinasi pendakian. Karena kesehatan, keselamatan dan keamanan mereka, semua juga tergantung dari pengunjung atau pendaki. Ingat, masing-masing dari pengunjung atau pendaki dan mereka mempunyai potensi yang sama, saling menulari dan tertular.
Ditambahkan E .Zulpan , pendakian gunung merupakan salah satu aktivitas ekstrem. Persiapan fisik, pengetahuan, perlengkapan dan peralatan serta perbekalan, harus benar-benar disiapkan secara matang .
“Kalau nanti ada lagi pendaki yang kecelakaan di puncak gunung dengan ciri-ciri menunjukkan gejala terpapar COVID-19, bagaimana penanganannya. Akan merepotkan regu penyelamat dan tenaga kesehatan pastinya. Karena, misalnya diharuskan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap, sesuai standar pencegahan penyebaran COVID-19, termasuk pakai hazmat.
Belum lagi harus menempuh medan pendakian yang tidak mudah. Lalu, berapa banyak tim penyelamat atau petugas yang siap untuk menanganinya.
Itu baru satu dari sekian banyak hal yang menjadi pertimbangan, kenapa aktivitas pendakian gunung tidak bisa diselenggarakan secepatnya.
Nah, dalam situasi masa pandemi COVID-19 yang hingga hari ini di Sulsel masih tinggi tingkat penyebarannya, tentu tidak bisa secara gegabah begitu saja diselenggarakan. Prinsipnya harus ada kehati-hatian.
Bayangkan, jika, ada satu saja pengunjung atau pendaki gunung yang diketahui positif, otomatis kawasan dan kampung atau desa-desa di sekitarnya akan langsung dijaga ketat. Kemudian, dilakukan tracing, riwayat aktivitas yang positif COVID-19 tersebut selama di destinasi pendakian. Seperti, dengan siapa saja berinteraksi, sempat beristirahat di basecamp mana, makan serta minum di warung mana dan lain-lain.
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), penularannya terjadi begitu cepat dan berlangsung secara masif, sejak kemunculannya pertama kali diketahui di Wuhan, China pada akhir tahun 2019. Lalu, menyebar keseluruh dunia, melalui pergerakan manusia dengan segala aktivitasnya.
Selama pandemi COVID-19 berlangsung, tatanan kehidupan masyarakat di seluruh dunia pun perubahan, termasuk di Indonesia. Terjadi pada semua aspek dan aktivitas hingga berimplikasi pada perubahan perilaku masyarakat. Semua menjadi terbatas dan dibatasi. Dituntut untuk lebih disiplin. Walau dalam perjalanannya masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran.
Tidak terkecuali, adaptasi pola perilaku baru terkait kehati-hatian dalam melakukan kegiatan mendaki gunung oleh masyarakat dan dalam penyelenggaraan kegiatan mendaki gunung oleh pengelola kawasan serta yang harus dilakukan pendaki.
Jangan pernah berpikir, kondisi saat ini akan sama seperti sebelum pandemi COVID-19 terjadi. Semua sangat berbeda. Banyak kebiasaan baru yang sekarang ini harus dijalani. Seperti, kebiasaan memakai masker, mencuci tangan dengan air dan sabun, menjaga jarak, menghindari kontak fisik, tidak dapat melakukan kegiatan yang sifatnya membuat kerumuman dan lain-lain.
Seharusnya pandemi COVID-19, dapat mengubah cara pandang para penggiat alam terbuka, termasuk pendaki gunung, dalam melakukan kegiatan di alam terbuka. Menjadi pendaki yang cerdas: disiplin dan berfikir yang dapat menekan ego, menghitung manfaat atau mudharat dan memberi nilai plus untuk alam dan peduli pada masyarakat atau komunitas lokal.
(Syarif/Humas)