Sil Joni : Guru, Berpeluh-lah Sebelum Mengeluh

Breaking News576 Dilihat
Silvester Joni, Pegiat Literasi Media TransTV45.com. (Foto : Isth)

LABUAN BAJO (TRANSTV45.COM)| Guru adalah sebuah profesi yang darinya seseorang ‘bisa eksis’ secara ekonomi. Kebutuhan perutnya tentu saja (walau tidak selalu), sangat bergantung dari jumlah pendapatan dari pekerjaan sebagai guru tersebut.

Ketika seseorang ‘bekerja’ dengan penuh dedikasi, semestinya ia ‘berhak’ mendapat penghargaan yang sepadan. Namun, jika faktanya, penghormatan terhadap ‘jasa profesionalisme’ yang telah ditunjukkannya, masih jauh dari kata ideal, maka sangat wajar keluhan demi keluhan keluar dari mulutnya.

Atas dasar itulah, saya sangat memahami ketika beberapa orang guru dalam acara Dialog Publik yang difasilitasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) di Aula SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo, Kamis (25/11/2021), mengutarakan sejumlah keluhan elementar di hadapan Wakil Bupati Mabar, Yulianus Weng. Isi keluhan itu cukup beragam, mulai dari minimnya intervensi anggaran untuk pembangunan infrastruktur sekolah, tidak berjalannya program penguatan kompetensi guru, hingga soal kecilnya jumlah honor yang diperoleh oleh guru Komite.

“Dialog Publik” itu menjadi kesempatan istimewa bagi guru untuk menyalurkan pelbagai kekurangan dan ketidakpuasan mereka terhadap performa pemerintah dalam memperhatikan ‘nasib mereka’ sebagai guru. Bapak Wakil Bupati Mabar, di tengah ‘keterbatasan waktu’, dengan penuh simpatik, memberikan respons yang menurut saya ‘cukup masuk akal’.

Intinya, pihak pemerintah ‘tidak pernah tinggal diam’ dalam mencari solusi guna mengatasi pelbagai problem yang mendera dunia pendidikan kita. Hanya saja, kerja politik pemerintah dalam bidang pendidikan belum terlalu optimal, mengingat terbatasnya kapasitas fiskal daerah akibat diterjang badai pandemi Covid-19.

Pak Yulianus Weng memberikan semacam ‘garansi’ kepada guru bahwa pelbagai keluhan atau persoalan yang menimpa guru akan ditanggapi oleh pemerintah. Oleh sebab itu, sebelum ‘pamit’ dari ruang Dialog Publik itu, dirinya meminta perwakilan PGRI untuk mencatat semua isu serius yang muncul dalam diskusi itu dan mempresentasikannya di hadapan dirinya atau bupati besok, Jumat, (26/11/2021). Pemerintah daerah (Pemda) Mabar sangat ‘terbuka’ untuk menerima dan merespons setiap usulan atau keluhan yang disampaikan secara elegan dan bermartabat.

Mengapa para guru ‘mengeluh’? Apakah tugas, kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai guru sudah ‘diaktualisasikan’ dengan prima? Memang isu kesejahteraan guru menjadi salah satu ‘tema serius’ dalam dunia pendidikan. Ada korelasi yang tegas antara ‘pemenuhan aspek kesejahteraan’ dengan performa seorang guru. Profesionalisme menjadi sulit ‘ditunaikan’ ketika ‘kebutuhan ekonomi’ belum terpenuhi.

Keringat profesionalisme yang mengucur dari tubuh guru, tidak saja sebagai ekspresi pengabdian terhadap kemanusiaan semata, tetapi agar ‘asap dapur’ tetap mengepul. Apa artinya ‘butiran peluh’ yang mengalir dari raganya, jika ‘piring nasinya’ tidak terisi penuh. Bagaimana mungkin, api profesionalisme dan dedikasi menyala jika guru ‘ketiadaan bahan bakar’?

Karena itu, tindakan ‘mengeluh’ merupakan implikasi logis dari ‘peluh’ yang menetes setiap hari. Keluhan itu dimaksudkan agar ‘guru tetap semangat’ dalam berpeluh, memberikan yang layanan pendidikan yang terbaik untuk generasi muda di wilayah ini.

Harapannya agar setiap butiran peluh itu, tidak jatuh sia-sia, tetapi boleh berubah menjadi harapan terwujudnya hidup yang lebih sejahtera. Jika guru sejahtera, maka pasti semakin banyak ‘peluh pengorbanannya’, mendapat afirmasi dari pemerintah. Kesejahteraan guru, bagaimana pun juga, menjadi salah satu kunci derasnya peluh dedikasi dan totalitas guru dalam memanifestasikan idealismenya sebagai seorang guru.

Kendati demikian, sebuah gangguan psikologis jika guru hanya ‘sibuk dengan urusan mengeluh’, tetapi tidak pernah berpeluh. Sebuah pembohongan publik jika guru hanya menuntut banyak dari pemerintah, tetapi tidak pernah ‘tergerak’ untuk meningkatkan kompetensi dan mengembangkan profesionalismenya secara kreatif dan produktif.

Akhirnya, Hari Guru Nasional (HGN) yang kita rayakan hari ini, Kamis (25/11/2021) merupakan momentum ideal untuk menjadikan aktus berpeluh (dedikasi, pengorbanan sebagai pekerja profesional dan berkompeten) sebagai agenda prioritas, sebelum bergerak ke tindakan ‘mengeluh’. Jangan pura-pura mengeluh, sebelum peluh dedikasi tampak jelas dalam medan karya di dunia pendidikan.

*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas. *(Sil Joni/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *