Lampung utara-TransTv45.com|
Kenaikan harga Kedelai di pasaran, yang terjadi sejak sepekan lalu, membuat kalangan pemilik usaha kecil pembuatan Tempe yang ada di wilayah Kecamatan Kotabumi Kabupaten Lampung utara, mengeluh, lantaran kenaikan Harga bahan baku kedelai, tidak serta merta membuat mereka dapat turut serta menikmati kenaikan harga pada Tempe hasil produksi usahanya. Sehingga mau tak mau mereka harus mampu berspekulan untuk menyiasati Kenaikan harga bahan baku kedelai tersebut, agar usahanya tak merugi dan mampu untuk bertahan.
Pasalnya sebelum ada kenaikan, harga Kedelai dipasaran, hanya berkisar 9.100 rupiah perkilogramnya, pasca adanya kenaikan harga kedelai kini berada d level 10.600 rupiah perkilogram.
Meskipun Harga bahan baku Kedelai merangkak naik dan ongkos produksi yang di butuhkan cukup tinggi, memaksa Pemilik usaha mensiastinya dengan memperkecil ukuran Tempe dari biasa, agar usahanya tidak merugi dan dapat tetap bertahan di tengah situasi sulit di masa pandemi saat ini, meskipun produksi dan ukuran Tempe yang di hasilkan harus membuat cemberut mimik wajah Emak-emak Konsumen pelanggan setianya,
Keluhan akan Kenaikan harga bahan baku kedelai tersebut, diungkapkan oleh Beni, seorang Pemilik usaha kecil pembuatan Tempe yang berada di Kelurahan Cempedak Kecamatan Kotabumi Kabupaten setempat, saat bincang bersama TranTv45, kamis pagi (13/01/2022) waktu setempat.
” Pasca kenaikan Harga kedelai sejak sepekan lalu, telah membuat kami pemilik usaha kecil Tempe, terpaksa harus tega, meski menjadi beban dan dilema dalam melakukanya, Saat harga Bahan baku kedelai mengalami kenaikan, yang berarti menambah beban produksi, kami tidak mungkin menaikan harga Tempe dari biasanya” Kalau harga Tempe kami naikan, kasihan pelanggan yang membeli, Makanya kami terpaksa menyiasatinya dengan memperkecil ukuran Tempe dari biasanya, sekedar untuk memperkecil Biaya produksi,” ungkap Beni polos.
Masih kata Beni, Terlebih pada awal tahun 2022 ini, Bukan hanya soal kenaikan harga kedelai saja yang membuat usaha kami goyah sepi pembeli, penyaluran Program Bantuan Pokok Non Tunai (BPNT) Berupa Telur, turut mengurangi minat Emak-emak untuk membeli Tempe, apa lagi Konsumen tetap kami adalah kaum Ekonomi lemah,” Makanya dalam sepekan ini usaha kami mengalami Lesu, biasanya dalam satu hari, kami mampu menghabiskan 50 kilogram kedelai, kalu sekarang ini, tak pernah habis dan selalu tersisa, sementara selama ini, Dua orang pekerja menggantungkan Hidup keluarganya dari membantu usaha Tempe yang saya kelola,” Saya berharap ada perhatian dan uluran tangan dari pemerintah Daerah dalam membantu Kredit permodalan bagi pengembangan usaha kecil yang kami kelola,” terangnya penuh harap.
Tambahnya lagi, terlebih kami Menyiasati kenaikan Harga kedelai dengan memperkecil ukuran tempe, terkadang membuat kita tak enak hati dengan pelanggan, kalau pelanggan yang mengerti, mereka paling bilang,” Harga kedelai naik lagi ya mas, Sedihnya kalau ketemu pelanggan cerewet, mereka akan bilang,” Udah harga Tempenya mahal, kecil-kecil lagi,” Cari untung jangan besar-besarlah mas, ujar seorang ibu dengan wajah Cemberut,” Terang Beni tentang Pelangganya.
Pada saat bersamaan, tanggapan ketus di sampaikan Sundari, seorang ibu rumah tangga yang kebetulan akan membeli Tempe dan urungkan niat membeli, setelah melihat ukuran Tempe lebih Kecil dari biasa, namun harganya tetap sama seperti sebelumnya, sambil bergumam,” Kondisi perekonomian baru mau pulih, setelah sekian tahun porak poranda akibat Pandemi Covid yang berkepanjangan,” E ini harga Tempe buat lauk makan warga masyarakat Ekonomi lemah, jadi mahal karena Harga kedelainya naik, Tempenya juga jadi kecil,” ketusnya Cemberut dongkol dan berlalu.
Her.