ENREKANG. TRANSTV45.COM| Proyek Pembangunan Gedung Rumah Sakit Pratama Tahun 2021 senilai Rp. 29.574.127.000,- oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang dan Proyek Pembangunan Gedung Kantor Gabungan Dinas senilai Rp. 17.895.868.000,- oleh Dinas Pekerjaan Umum Dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Enrekang menuai kritikan tajam dari Dewan Pengurus Pusat Lembaga Komunitas Anti Korupsi (DPP L-KONTAK).
Pembangunan dua gedung yang dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sama yakni PT. Tiga Bintang Griyasarana itu menyulut reaksi keras dari Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi DPP L-KONTAK akibat belum selesainya proses penbangunannya serta adanya dugaan Maladministrasi.
Eky, sapaan akrab Dian Resky Sevianti, menilai kedua proyek itu terindikasi Mark-up anggaran dan tanpa melalui mekanisme sebagaimana yang dituangkan pada ketentuan Peraturan Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018, Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 69, dan Pasal 70 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Eky menduga kedua proyek tersebut tidak dibuatkan interpolasi secara profesional oleh Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Bidang Cipta Karya,serta tidak menggunakan Tenaga Taksasi yang memiliki Sertifikat Pengelola Teknis, yang diterbitkan BPSDM Kementerian PUPR.
“Perhitungan Takasasi Aset itu penting untuk menilai berapa besaran anggaran yang dibutuhkan nantinya. Nah, yang melakukan hal itu sudah jelas dalam Permen PUPR Nomor 22 Tahun 2018 yakni harus oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki Disiplin Pendidikan Bidang Teknik dan memiliki Sertifikat yang dikeluarkan oleh BPSDM Kementerian PUPR. Hal ini juga guna mencegah terjadinya kemahalan harga (Mark-up) dan penyesuaian terhadap Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN). Ini sama saja mereka yang menetapkan sendiri interpolasi dan verifikasi atas Detail Design (DD) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang bukan merupakan kewenangannya. Saya curiga hal itu dilakukan oleh Dinas PUTR Kabupaten Enrekang yang bukan kewenangannya,” jelasnya.
Ketidakpatuhan atas Permen PUPR Nomor 22 Tahun 2018 menurut Eky dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan penyalahgunaan wewenang dan jabatan sebagaimana yang diatur pada Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
“Jika sudah tidak patuh terhadap regulasi yang ada, bisa jadi produk tersebut ilegal,” tegasnya.
Dia mengatakan, hasil monitoring timnya pada Bangunan Gedung Gabungan Dinas dikerjakan asal jadi, bahkan lantainya pun belum terpasang.
Pada Bangunan Gedung Rumah Sakit Pratama,Eky dan timnya menilai jika penambahan waktu yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak akan dapat dipenuhi oleh Penyedia Jasa mengingat batas adendum berdasarkan informasi dari pelaksana berakhir di 30 Maret 2022.
“Pekerjaan Proyek Gedung Gabungan Dinas asal jadi. Lantai, plafon, dan Finising belum selesai dilaksanakan. Belum lagi pekerjaan kami nilai asal jadi. Sementara Bangunan Rumah Sakit Pratama, kami yakin hingga batas adendum, penyedia belum mampu menyelesaikannya,” ungkapnya.
Eky juga menyayangkan perbedaan yang cukup besar nilainya terhadap harga satuan bangunan per meter perseginya pada kedua bangunan itu.
Dia berharap setelah laporan pengaduan lembaganya diterima oleh APH, agar segera dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan sejumlah penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara dengan memanggil oknum yang diduga terlibat.
(Andika)