Labuan Bajo| Dalam rangka memaknai peringatan Hari Jadi ke-19 Kabupaten Manggarai Barat, Sil Joni, menulis sebuah artikel opini pendek yang menurut saya, menarik untuk didiskusikan.
Artikel yang berjudul: “Keluar dari Jebakan Narasi Besar Pariwisata” itu diterbitkan oleh media Bernasindo, Juma’t (25/2/2022). Goresan kecil saya ini, merupakan sebuah tanggapan terhadap seluruh bangunan argumentasi dalam artikel itu.
Pada prinsipnya saya sepakat dengan beberapa isu yang diperhatikan penulis dalam artikel itu. Yang paling menonjol adalah soal status ‘Pariwisata superpremium’ yang dalam penilaian penulis relatif kurang berdampak pada kemakmuran warga lokal. Bahkan, menurut penulis, yang nyata terlihat justru gejala sebaliknya. Pemerintah Pusat (penpus) dan perpanjangatangannya dalam mndukung label superpremium, dalam hal ini Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLF) begitu dominan dalam mengelola aset wisata tersebut.
Tetapi, mungkin saya agak berbeda dalam menilai posisi Pempus dalam skema pengelolaan wisata super premium ini. Saya tidak 100% menyalahkan Pusat-BPOLF yang dalam catatan penulis merupakan tipologi kekuasaan yang cenderung berhasrat menguasai-mendominasi. Mengapa?
Sebenarnya posisi Pemerintah daerah (Pemda) Mabar dan Pemerintah Propinsi (Penprop) NTT justru sangat strategis. Selain sebagai tuan rumah, juga patokan utama saya adalah kewenangan yang luas seturut amanat yang terkandung dalam Undang-undang Otonomi Daerah yang melekat.
Hemat saya, dalam pelaksanaannya Penprop NTT jauh lebih taktis, ketimbang peran yang dimainkan oleh Pemda Mabar. Sebagai contoh soal, saya angkat tentang pengelolaan Taman Nasional Komodo (TNK), di mana Penprop NTT mendapat bagian.
Lalu Pemda Mabar?
Pemerintah Mabar sekrang, menurut saya perlu jeli melihat celah dan mesti bergerak lebih taktis lagi. Dengan itu, posisi tawar semakin bagus dan punya ruang lebih, minimal mendapat ruang kendali di beberapa sektor vital.
Saat ini, kesan yg kita tangkap, Pemda Mabar cenderung ‘tunduk’ bahkan mengekor saja pada BPOLBF. Padahal, dengan kewenangan yang dimiliki, Pemda semestinya punya posisi tawar dan otonomi yang luas dalam mengelola pariwisata itu, daripada sekadar mengekor di belakang BPOLBF.
Hari Ini, Juma’t (25/2/2022) adalah Hari Ulang Tahun (Hut) ke 19 Mabar. Tepat di hari yang sama, kita juga mengenang satu tahun Edi-Weng menahkodai Kabupaten ini.
Dalam 1 tahun kepemimpinan Edi-Weng, Maggarai Barat, sebagai sebuah Daerah Otonomi genap berusia 19 tahun. Dalam rentang usia itu, tentu memiliki tantangan tersendiri. Pemimpin yang berusia 1 tahun, memimpin sebuah daerah yang berusia remaja, terlebih tantangan Pandemi Covid-19, yang hingga saat ini terus melanda.
Tidak mudah memang. Tetapi, harapan seluruh masyarakat Mangarai Barat sepenuhnya ada di pundak beliau berdua.
Semoga, perjalanan kepemipinan beliau senantiasa membangkitkan daerah ini menuju Mabar bangkit dan mantap sesuai visi politik yang mereka kemas dalam musim kontestasi politik kali lalu.
Saya sangat optimis, dengan sumberdaya alam dan manusia yang begitu mengagumkan dan ditopang dengan kepemimpinan yang demokratis dan kreatif, Mabar akan mengalami lompatan kemajuan yang signifikan ke depannya.
Selamat dan profisiat kepada Mabar, tana kuni agu kalo, atas pencapaian usia 19 tahun hari ini. Tuhan memberkati.
*Penulis adalah pemerhati isu sosial-politik. Tinggal di Labuan Bajo*