Proyek Pariwisata Hutan Bowosie Masih Ditentang Warga Sipil

Ekonomi Senior, Emil Salim. (Foto : Isth)

Labuan Bajo-TransTV45.com| Persoalan antara BPOLBF dan warga sipil yang menempati kawasan hutan Bowosie belum tuntas. Sejumlah kelompok sipil yang ada di dalam dan sekitar kawasan hutan masih mempertanyakan klaim pemerintah melalui Badan Otorita terkait manfaat proyek raksasa’pariwisata di wilayah hutan tersebut.

Warga khawatir adanya bahaya kerusakan lingkungan yang mengancam kota Labuan Bajo, Selain itu, sejumlah persoalan agraria antara warga dan BPOLBF masih belum kunjung ada titik terang.

Klaim sepihak Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores [BPO-LBF] atas proyek ini bagi warga telah mengabaikan masalah krusial yang belum tuntas.

Merekapun menyebut hal ini sebagai “model propaganda pembangunan yang basi dan menyesatkan.”

Tidak hanya itu, Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Emil Salim, mengkritik rencana pemerintah mengembangkan pariwisata di kawasan Hutan Bowosie, Nusa Tenggara Timur. Proyek itu akan menyasar area hutan seluas 400 hektare.

Emil Salim sebelumnya mengkritik rencana pemerintah mengembangkan pariwisata di Bowosie karena NTT merupakan kawasan kering dengan jumlah hutan alami di sana sangat minim. Dengan wacana pengembangan pariwisata kawasan hutan, ia khawatir defisit lahan hijau bakal semakin lebar.

“Kini hutan Bowosie direncanakan ditebang untuk pembangunan pariwisata super-premium kawasan Labuan Bajo,” kata Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Kabinet Pembangunan itu dalam akun Twitter resminya, @emilsalim2010 pada Rabu, 2 Maret 2022.

Sejumlah pihak, kata Emil Salim, telah membuat petisi agar pemerintah menyelamatkan kawasan hutan.

Ia kemudian meminta rencana pengembangan pariwisata yang akan berdampak terhadap hutan itu dikaji kembali dan dibatalkan.

“Bisakah Badan Otoritanya membatalkannya? Tolong dibantu!” kata dia, mengutip Bisnis.Tempo.co. Kamis 3 Maret 2022.

Klaim Badan Pelaksanaan Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF)

Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores Shana Fatina belum memberikan respons atas kritik Emil Salim.

Walau begitu melalui press release yang di kirimkan Divisi Komunikasi Publik BPOLBF ke sejumlah media di Tanah Air menjelaskan bahwa berdasarkan analisis, BPOLBF, proyek pariwisata ini akan menyerap 10 ribu tenaga kerja.

Selanjutnya, kawasan tersebut tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia (SDM), tapi juga suplai hasil pertanian dan peternakan, hasil kerajinan tangan, atraksi budaya, dan lainnya.

Pengembangan tersebut tentunya berdasar pada amanah Presiden Joko Widodo melalui Perpres Nomor 32 Tahun 2018 dengan penetapan pengelolaan dilakukan oleh Badan Pelaksana yang dibentuk pada 2019.

Di dalamnya diatur tentang perubahan status dan pemanfaatan 400 hektare Hutan Bowosie di Kabupaten Manggarai Barat, yang mana paling sedikit 136 hektare akan diberikan hak pengelolaan kepada Badan Otorita, dan sisanya dikelola menggunakan skema izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Pemanfaatan Jasa Lingkungan (PBPH-JL) sebagai wisata alam.

Adapun pengembangannya akan terbagi menjadi empat zona yang mencakup cultural district, adventure district, wildlife district, dan leisure district.

Zona budaya dikembangkan di lahan seluas 26 hektare dan 88,73 hektare. Zona ini terbagi atas dua area.

Selanjutnya zona santai akan dikembangkan di lahan seluas 20,49 hektare dan 42,32 hektare. Sementara itu zona alam akan mencakup 89,25 hektare dan zona petualangan 132,43 hektare.

Pengembangan kawasan Hutan Bowosie akan berjalan mulai Maret 2022. Proyek ini disebutkan akan diawali dengan pembangunan dan penataan sarana-prasarana pariwisata.

“Semua pembangunan ini tentunya mengedepankan prinsip keberlanjutan lingkungan dan menjadi komitmen BPO-LBF dalam mengembangkan kawasan pariwisata berkualitas di Hutan Bowosie,” kata Direktur Utama BPOLBF Shana Fatina. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *