Agar Perpustakaan (Daerah) “Tak Kesepian”

Pendidikan597 Dilihat
Sil Joni, pegiat Literasi. (Foto : Isth)

LABUAN BAJO-TRANSTV45.COM| Kendati berada di tempat yang strategis, di samping jalanan utama menuju Sernaru, hanya beberapa meter dari pertigaan menuju area perkantoran Golo Koe, tidak menjadi jaminan bagi Perpustakaan Daerah (Perpusda) Manggarai Barat ‘ramai’ dikunjungi oleh publik pembaca. Justru fakta sebaliknya yang terjadi, gedung itu relatif menderita ‘kesepian’. Tak terlalu banyak warga yang ‘bersemangat’ mengisap susu dan madu ilmu pengetahuan dalam ruangan itu.

Seorang petugas menjelaskan kepada saya bahwa sebelum pandemi Covid-19, secara statistik jumlah pengunjung per hari rata-rata 20-30 orang. Tetapi, begitu pandemi ‘mengguncang’ publik global, gedung itu, benar-benar sepi peminat. Sampai detik ini, demikian sang petugas, hanya sekitar 3-4 orang yang ‘menjenguk’ gedung itu. Mereka yang datang itu umumnya para siswa yang ingin ‘meminjam’ buku teks yang ada di perpustakaan tersebut.

Testimoni sang petugas itu memang tidak berlebihan. Betapa tidak, setiap kali saya ‘mengunsumsi’ sejumlah pustaka bermutu di sini, ‘suasana kesepian’ itu begitu terasa. Memang, bagi pribadi kutu buku, seperti saya, situasi seperti itu sangat dirindukan. Aktivitas ‘melahap’ menu rohani yang kaya nutrisi akan berjalan efektif jika dan hanya jika ‘situasi tenang dan kondusif’, terjaga dengan baik.

Tetapi, bukan kebiasaan membaca dalam suasana tenang yang hendak disoroti dalam tulisan ini. Poin saya adalah ketiadaan orang yang sedang khusuk membaca buku dalam ruangan itu. Bayangkan, dari sekitar 200-an ribu penduduk Mabar, hanya segelintir orang yang ‘menfaatkan’ perpustakaan secara kreatif dan produktif.

Padahal, perpusda kita dilengkapi dengan ‘ruang baca’ yang memadai. Selain itu, koleksi buku di sini, secara kuntitas lumayan banyak. Pun dari sisi kualitas, sebetulnya stok tidak kurang. Kita mempunyai banyak alternatif dalam mengunyah pelbagai harta rohani yang tersimpan dalam buku-buku tersebut.

Terhadap kenyataan miris ini, ternyata Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Mabar, tidak tinggal diam. Setidaknya, dari penuturan sang petugas di atas, pihak Dinas sudah berinisiatif “meminjamkan” buku-buku itu ke masyarakat, khususnya yang berada di Desa. Secara reguler, buku-buku itu dibawa ke Desa dengan menggunakan mobil. Para petugas juga tidak pernah lelah dan jedah mendorong warga Desa untuk ‘singgah’ membaca dan atau meminjam buku di Perpusda yang terletak di Ibu Kota, Labuan Bajo.

Terobosan itu, mendapat respons yang positif dari masyarakat. Minimal ‘koleksi buku’ yang tersedia ‘mulai laris’. Buku-buku itu tidak menjadi ‘obyek pameran’ yang tidak dijamah oleh manusia. Jika kondisi fisik buku tetap ‘bersih dan segar’, bisa dipastikan bahwa buku itu jarang disentuh oleh tangan pembaca.

Tentu kita mengapresiasi ‘niat mulia’ pihak Dinas dalam menggenjot budaya baca masyarakat melaui program ‘peminjaman secara gratis itu’. Berharap program semacam itu, dipertahankan dan ditingkatkan. Pastikan bahwa semua Desa di Mabar mendapat ‘pasokan pustaka berkualitas’ dari Perpusda.

Selain itu, mungkin sudah saatnya pihak Dinas membuka ‘kerja sama’ dengan semua satuan pendidikan di Labuan Bajo dan sekitarnya. Koleksi buku cerita dan sastra khususnya novel, kumpulan cerpen dan puisi diperbanyak. Buku-buku semacam itu sangat digemari oleh anak Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Pihak Dinas coba membuat semacam jadwal bagi setiap “satuan pendidikan’ untuk merasakan aura ilmiah dalam ruang perpusda itu.

Berita gembiranya adalah pengelolaan perpustakaan saat ini sudah ‘berbasis inklusi sosial’. Itu berarti ada komitmen yang kuat dari pihak pengelola untuk menjangkau semua publik pembaca dalam pelbagai tingkatan dan latar belakang. Akses masyarakat terhadap stok pustaka bermutu semakin terbuka.

Apalagi, menurut rencana, mungkin tahun ini (2022), Mabar akan mendapat bantuan berupa pembangunan gedung perpustakaan berlantai tiga di Labuan Bajo. Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan, Agustinus Rinus saat tampil sebagai moderator pada acara Safari Literasi dari Duta Baca Indonesia, Gol A Gong di Labuan Bajo (10/3/2022) dengan begitu percaya diri menginformasikan soal agenda pembangunan perpustakaan yang representatif itu.

Meski demikian, keberadaan ‘gedung mentereng’ itu, bakal tak punya arti jika ‘indeks kultur literasi’ kita, tidak mengalami perubahan yang signifikan. Apa arti sebuah ‘bangunan megah’ dengan koleksi pustaka yang beragam jika kita kurang bergairah untuk ‘bergaul secara intim’ dengan dunia perbukuan dan kreatif menyadap inspirasi bermutu dari gudang ilmu itu?

Kita tidak ingin, gedung Perpusda berlantai tiga itu kembali mengalami ‘kesepian yang akut’. Pihak Dinas mesti kreatif untuk menciptakan strategi yang efektif dalam menstimulasi budaya baca masyarakat. Program peningkatan budaya literasi mesti didesain secara elegan dan atraktif agar gedung Perpusda tidak menderita kesepian selamanya.

Penulis adalah warga Mabar, Tinggal di Watu Langkas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *