Kampar Riau, TransTV45.com ||Gerakan Lawan Mafia Tanah (Gerlamata) lakukan unjuk rasa bersamaan dengan waktu di mulainya masa kampanye untuk pasangan capres-cawapres Pemilu 2024 yaitu pada tanggal 28 November 2023 sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI.
Kepada awak media Muhamad Ridwan Ketua Umum Gerlamata menegaskan bahwa mereka positif turun aksi pada hari itu, cuma saja menurutnya kali ini Gerlamata melakukan unjuk rasa dengan metode aksi jahit mulut.
Riduan selanjutnya menjelaskan bahwa mereka telah mempersiapkan sebanyak 500 orang Relawan yang siap melakukan aksi jahit mulut. Jumlah massa aksi yang ikut mengantarkan aksi jahit mulut tersebut di perkirakan jauh lebih besar dari aksi yang sebelumnya, relawan aksi jahit mulut akan bertahan dan menginap di samping kantor Kantor Gubernur Provinsi Riau, teknisnya aksinya bahwa setiap harinya Gerlamata akan menambah 50 Relawan untuk melakukan aksi jahit mulut itu hingga ada tanggapan dari Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo, timpalnya. Dan jika 3 hari bertahan tidak juga ada tanggapan, maka Gerlamata juga mempersiapkan pergerakan massa sebanyak 200 orang menuju Jakarta untuk mendatangi Kantor Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Aksi jahit mulut ini dilakukan bertujuan mendesak Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo untuk segera turun tangan terkait konflik agraria yang kami hadapi dan terhadap fenomena mafia tanah di lahan seluas 2.500 ha di Kota Garo Kab. Kampar Provinsi Riau, dan apa yang di upayakan saat ini oleh Gerlamata semata-mata merupakan hak asasi masyarakat suku asli Suku Sakai Rantau Bertuah dan Masyarakat Desa Kota Garo sebagai orang asli Riau agar suaranya dapat didengar dan masalahnya dapat terselesaikan
Prinsipnya kami Gerlamata hanya menunggu kebijakan dari Presiden Republik Indonesia tentunya dengan harapan besar agar Presiden Joko Widodo bisa memanggil ibu Siti Nurbaya (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI) serta bapak Hadi Tjahjanto (Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI) untuk mengambil sikap yang tegas dalam membela hak-hak masyarakat para korban mafia tanah tersebut.
Penjualan tanah 2500 Hektar oleh para Mafia Tanah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap warga masyarakat suku asli (Suku Sakai) Rantau Bertuah dan masyarakat Desa Kota Garo.
Mengembalikan 2500 Hektar lahan di Desa Kota Garo agar dapat kembali fungsinya sesuai dengan peruntukan awal sebagaimana tercantum jelas surat Plt Bupati H.M. Azaly Djohan, S.H. 3 Juni 1996 prihal Persetujuan Pendirian Kelompok Tani yaitu meningkatkan Kesejahteraan/Pendapatan masyarakat sebanyak 1250 Kepala Keluarga sama halnya dengan Menggebuk Mafia Tanah istilah Presiden Jokowi Dodo.
Tujuan Aksi:
1. Menagih janji Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, ibu Siti Nurbaya (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI) serta bapak Hadi Tjahjanto (Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI) untuk segera menyelesaikan konflik-konflik pertanahan dan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Meminta kepada bapak Presiden RI dan Bapak Menteri ATR/BPN RI, ibu Menteri LHK RI dan Satgas Mafia Tanah/Satuan Tugas Tindak Pidana Pertanahan menangkap dan mengadili Mafia Tanah di areal 2.500 ha di Desa Kota Garo Kampar Provinsi Riau.
3. Meminta Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk segera mengeluarkan tanah Suku Sakai seluas 2.500 ha di Desa Kota Garo Kampar Provinsi Riau dari Kawasan hutan melalui Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH)/TORA dan segera menerbitkan SK Pelepasan Kawasan Hutan pada areal 2.500 ha di Desa Kota Garo tersebut.
4. Dan Meminta bapak Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI mengeluarkan sertifikat komunal pada areal 2.500 ha kepada Suku Sakai Desa Kota Garo.
5. Meminta perkenan waktu bapak Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. H. Joko Widodo, Bapak Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI dan Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk bertemu/audiensi dengan perwakilan massa aksi GERLAMATA untuk membahas finalisasi persoalan konflik pertanahan/kehutanan yang kami alami selama ini, dengan mengedepankan kepentingan rakyat, agar rakyat memiliki kepastian hukum dan juga keadilan.**