AMBON,||TRANSTV45.COM||Keterlibatan Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Periode 2017-2022, Petrus Fatlolon, dalam pusaran dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif di Sekda KKT, senilai Rp 1,9 miliar lebih, kembali dimentahkan dalam fakta persidangan.
Dalam dua persidangan sebelumnya, ada upaya mengaitkan keterlibatan Fatlolon, namun dimentahkan atau tidak terbukti dalam pemeriksaan keterangan saksi sejumlah pejabat dan ASN di KKT serta saksi ahli yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Akibatnya, Ketua Majelis Hakim, Rahmat Selang mengaku, semua tudingan kepada Fatlolon, buyar semua.
Kali ini, sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif di Sekda KKT, kembali di gelar di pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (24/4/2024). Agenda sidang, pemeriksaan dua terdakwa masing-masing, mantan Sekda KKT, Ruben Morilkosu (RM) dan mantan bendahara pengeluaran Setda KKT, Petrus Masela (PM)
Dalam fakta persidangan, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon, Rahmat Selang, kembali menggali dugaan keterlibatan PF sapaan akrab Fatlolon, namun Ruben dan Petrus, kompak mengaku.” Pak Fatlolon tidak terlibat,”kata Ruben dan Petrus, ketika ditanya Selang.
Masela mengaku, semua SPPD atau perjalanan fiktif selama ini, dirinya dan Sekda yang hanya mengetahui termasuk laporan pertangungjawaban, sementara Bupati tidak tahu menahu soal perjalanan dinas.”Jadi saya dan Pak Sekda saat itu saja yang tahu ada SPPD fiktif. Jadi pak Bupati tidak tahu,”kata Petrus menjawab pertanyaan hakim.
Ketika Ruben ditanya, Selang, apakah penerimaan dan pencairan uang diterima langsung oleh Bupati atau tidak. Ruben menjelaskan, sesuai aturan main, Sekda mengajukan ke bendahara untuk proses pencairan di Bank sesuai kebutuhan.”Kalau Bupati tidak ada, tanda tangan. Saya yang tanda tangan pengajuan lalu dicairkan ke Bank pakai Cek,”tutur Ruben.
Ketika ditanya, Selang, sebanyak 200 SPPD fiktif siapa yang laksanakan dan siapa yang tidak laksanakan perjalanan dinas. Selang mengakui, ada penyerahan uang tapi tidak ada perjalanan dinas. “Saya akui benar perjalanan dinas dalam daerah tidak laksanakan. Kami sampaikan ke pelaku perjalanan siapkan bukti,”katanya.
“Lalu ada beberapa bantuan dan orang meninggal tidak sampai seratus juta, lalu uangnya dikemanakan. Jadi saya tegaskan dipengadilan tidak bisa cerita saja. Kita katakan Bupati terlibat. Saya jadi malu sendiri. Buktinya mana. Dipersidangan tidak bisa dalil. Dipersidangan bilang ada bukti, tapi tidak bisa dibuktikan,”tegasnya.
Lantas, ketika ditanya Selang, 200 SPPD fiktif mengakibatkan kerugian negara Rp 1,9 miliar lebih sisa anggaranya dikemanakan. Ruben dan Petrus tidak menjawab. Mereka hanya terdiam menatap majelis hakim.
“Nah, kalau ada perintah Bupati memo mana. Coba bayangkan ada sekitar 200 SPPD fiktif yang tidak dilaksanakan perjalanan dinas. Sekda bilang Bupati tanda tangan SPT untuk pelaku perjalanan dinas esalon II dan selanjutnya Sekda tanda tangan SPM, tapi tidak dilaksanakan. Memang semuamya ditandatangani Sekda. Jadi memang kaitannya dengan Bupati tidak ada,”kesal Selang.
Tak hanya itu, Selang juga menanyakan kepada Ruben dan Petrus, ide siapa sehingga dilakukan SPPD fiktif. “Apakah Bupati, “Ruben dan Petrus tidak menjawab.”Lalu ide siapa, “tanya Selang.
Selang kemudian mencontohkan, dirinya ikut mengodangkan dugaan tindak pidana korupsi dana Gempa di Kabupaten Seram Bagian Barat. Ternyata ada uang sisa yang mesti dikembalilan ke kas negara.”Namun, ada yang punya ide agar dibuat perjalanan dinas fiktif,”terangnya.
“Lalu, tidak ada yang mengaku ide siapa dan tidak mengaku uang sisa dikemanakan, lalu kenapa mengaku menyesal dan berjanji tidak lagi melakukan tindak pidana korupsi,”tandanya.
Sidang kemudian dilanjutkan Kamis (2/5/2024) pekan depan dengan agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Sumitro.