Kolaka, TransTV45.com || Rapat Konsolidasi dan Evaluasi kerja majelis kerajaan bertujuan untuk menggulingkan / pemakzulan dalam upaya mengganti posisi Raja Mekongga bertempat di pendopo Sangia Nibandera dengan membuat fitnah melakukan pemalsuan dokumen kerajaan tanpa sepengetahuan raja dan yang merasa dirugikan diantaranya Kapita, Sapati, dan Pabitara, berhasil di gagalkan. Senin 14 /10/ 2024
Dari hasil laporan Raja ke polres Kolaka yang diwakili dari ketua team kerja majelis, yang didamping oleh lembaga bantuan hukum ( LBH ) komda-RI, membenarkan dari laporan kepolisian kalau beredarnya surat undangan pertemuan rapat yang dianggap tidak prosedur yang bertentangan dengan undang-undang serta peraturan yang berlaku di majelis Kerajaan Mekongga, Dalam hal ini pertemuan tersebut dinyatakan ilegal yang melanggar hukum dan masuk unsur dugaan pemakzulan. dari beberapa unsur dugaan pidana lainnya yang menjadi dasar pelaporan dengan penggunaan kop surat majelis kerja kerajaan, penggunaan stempel dan cap kerajaan tanpa sepengetahuan majelis Kerajaan Mekongga dan ketua majelis kerja Kerajaan yang sah, diduga memberikan keterangan palsu.
Dari hasil investigasi lembaga bantuan hukum ( LBH ) komda-RI, kalau sekelompok orang yang ingin memakzulkan Raja Mekongga Drs. H. Khairul Dahlan. MM di duga ada unsur kepentingan dengan cara mengkudeta raja dengan kekuatan rekomendasi Tanah Ulayat mereka berdasarkan permohonan dan keterangan tentang Tanah Ulayat warisan yang terletak di kampung Tua Pewikua yang berasal dari leluhur mereka Lapohiu yang di olah sejak zaman Belanda, kemudian di sahkan oleh Rustam Madjid sebagai kepala Mekongga dan Sekertaris adat Mekongga Drs. Munaser Arifin Latumaa selaku pookisara Mekongga kala itu. berdasarkan dari keterangan pewaris maka majelis adat Mekongga kabupaten Kolaka merekomendasikan bahwa tanah tersebut benar merupakan hak Ulayat pewaris sesuai peraturan adat Mekongga, maka Tanah Ulayat yang mereka kuasai di hibahkan kepada majelis adat Mekongga sebanyak 2 persen sebagai tanah adat, Yang terbit di tgl 4 Oktober Tahun 2010 kemudian dinyatakan tidak resmi oleh raja Mekongga.
Sementara dari keterangan Raja Mekongga Drs. H. Khairul Dahlan. MM menyatakan kalau surat yang terbit di tahun 2010 bukanlah hasil tanda tangan dari Raja terdahulu Nur Saenab Lowa, hasil data keabsahan legalitas surat resmi, terbit di tahun 2005 yang disaksikan oleh kakek Laopua dan Wulaendi Laloasa anak dari raja pertama dengan bukti cap jempol yang disahkan di Anawoi tanggal 23 September 2005 yang mengetahui ketua majelis adat / Bokeo Mekongga Nur Saenab Lowa. Tuturnya
Lebih lanjut bentuk dari tindakan pidana dalam konteks kudeta adalah makar untuk menggulingkan pemerintahan seperti yang diatur dalam pasal 107 KUHP yang berbunyi “ Makar untuk menggulingkan pemerintahan diancam untuk pidana paling lama Lima Belas Tahun penjara, kemudian bagi pemimpin atau otak yang mengatur makar tersebut dalam ayat 1 undang-undang KUHP diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama Dua Puluh Tahun “ Makar dalam rumusan ini adalah penggantian pemerintah dengan cara yang tidak sah yang tidak berdasarkan aturan yang telah ditetapkan dalam undang – undang. Oleh karena itu tindak pidana makar baru dapat dikenakan apabila memenuhi syarat yang diatur dalam pasal 87 KUHP, yang menegaskan bahwa tindak pidana makar baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan – perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar tersebut.
Dengan masuknya laporan tuntutan ketua majelis team kerja, beliau berharap dan meminta ke pihak yang berwajib membubarkan rapat tersebut yang dianggap ilegal, agar segera di tindak secara hukum bagi para pelaku otak dari pemakzulan yang ingin mengkudeta raja mekongga, dan semua pertemuan mereka merupakan di luar kendali dan tanggung jawab majelis Kerajaan, dalam waktu 2x 24 jam team kerja majelis kerajaan akan mendesak pihak penyidik untuk memanggil nama -nama yang diduga telah menyebarkan surat undangan pertemuan rapat yang dianggap tidak prosedural yang bertentangan dengan undang-undang pemakzulan.**Andi Arka – Sultra