Jambi – TransTV45.Com|| Ketua Kelompok Tani Mandiri Desa Purwodadi Kecamatan Tebing Tinggi Kab Tanjung Jabung Barat Nurudin curigai Sosialisasi yang dilakukan oleh PT Trimitra Lestari (PT TL) bersama Pemkab Tanjung Jabung Barat pada hari kamis tanggal 17 Oktober 2024 merupakan upaya menghindari kewajiban kepada masyarakat yang disepakati pada tahun 2013 silam.
Hal ini didasarkan pada bahwa antara masyarakat dengan pihak perusahaan telah mencapai kesepakatan kerjasama dalam pengelolaan lahan plasma, dimana menyediakan masyarakat lahan, dan perusahaan sebagai pengelola dengan sistem bagi hasil.
Bukan hanya itu saja, dalam perjanjian tersebut pihak perusahaan menyepakati bahwa kelompok tani diberi bantuan sebesar Rp.50 juta tiap tahunya.
Namun hingga kini, pihak perusahaan tidak memenuhi kewajibannya, memberikan bantuan kepada kelompok tani maupun memberi bagi hasil sebagaimana yang telah disepakati.
“Dalam hal ini kami sebagai masyarakat sangat dirugikan,” keluh Nurudin kepada awak media, Sabtu (19/10/24).
Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang seharusnya menjadi tempat masyarakat mengadu sambung Nurudin, seolah lemah tak berdaya menyelesaikan konflik lahan antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Justru sebaliknya pemerintah terkesan lebih membela pihak perusahaan.
Seharusnya kata Nurudin, sebelum melakukan sosialisasi 20 persen, pemerintah mengklarifikasi terlebih dahulu kepada masyarakat terkait perjanjian yang telah disepakati dengan perusahaan. Apakah kewajiban perusahaan telah ditunaikan atau justru melakukan wanprestasi. “Jika perusahaan melakukan wan prestasi, lalu apa upaya pemerintah mendesak pihak perusahaan untuk menunaikan kewajibannya,” kata Nurudin.
Tetapi pemerintah malah melakukan sosialisasi 20 persen tanpa mengundang kami sebagai masyarakat dan kelompok tani yang hingga kini masih terikat perjanjian dengan pihak perusahaan.
“Tentu kami membungkus kegiatan sosialisasi tersebut sebagai upaya menghilangkan fakta peristiwa bahwa telah terjadi perikatan antara dengan pihak masyarakat perusahaan yang hingga kini perusahaan tidak menunaikan kewajiban yang timbul dari perikatan tersebut,” pungkas Nurudin.
surat seluas 586 Hektar telah digunakan oleh pihak perusahaan semenjak 1993 sebelum di tahun 2013 silam di sepakati di hadapan notaris.
Seharusnya sambung Nurudin, kalau Merujuk dari pasal 15 Permentan Nomor 98 tahun 2013, kami sebagai masyarakat telah menikmati hasil dari plasma perkebunan kelapa sawit, karena kami telah memenuhi kewajiban, dimana lahan kami seluas 586 Hektar telah digunakan oleh pihak perusahaan semenjak 1993 sebelum di tahun 2013 silam di sepakati di hadapan notaris.
Tapi kenapa sekarang diadakan lagi sosialisasinya? Apakah lahan kami yang seluas 586 hektar tersebut tidak dijadikan oleh camat sebagai lahan Plasma pada saat PT Trimitra lestari mengurus IUP nya.
“Maka dari itu, saya akan menempuh jalur Keterbukaan Informasi Publik (KIP) atau dimeja hijau KIP meminta kepada dinas perkebunan dan stake holder terkait mengenai izin usaha dan IUP PT Trimitra Lestari,” tutup Ketua Kelompok Tani Mandiri Nurudin.
Kepala Dinas Perkebunan Tanjung Jabung Barat Drs. Riduwan mengatakan, Rapat yang diadakan pada tanggal 17 Oktober 2024 merupakan undangan dari PT Trimitra Lestari untuk menjelaskan FPKM (Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat) 20 Persen yang disampaikan Dinas Perkebunan dan peternakan Tanjung Jabung Barat.
“Untuk tindak lanjutnya akan di adakan pertemuan di tingkat Desa dan Kecamatan,” ujar Riduwan Sabtu (19/10/24)
Mengenai adanya perjanjian yang di sepakati antara masyarakat dengan PT Trimitra Lestari pada tahun 2013, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Tanjung Jabung Barat Riduwan mengakui hingga kini tidak mengetahui. Ia belum dapat memastikan perjanjian tersebut karena belum mengetahui isi perjanjian.
Lantas bagaimana jika perjanjian tersebut benar adanya? Bagaimana penyelesaiannya? Apakah pada saat pengurusan IUP, lahan 586 Hektar diajukan sebagai lahan plasma oleh PT Trimitra Lestari, Dan akankah berdampak terhadap IUP PT Trimitra Lestari? Perlukah IPU yang telah diterbitkan agar ditinjau ulang? Tentu pertanyaan tersebut harus dijawab oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan yang memiliki kewenangan mengeluarkan IUP
IUP PT Trimitra Lestari, kata Riduwan terbit pada tahun 2007, namun ia tidak menjelaskan bulan diterbitkan IUP. Padahal bulan diterbitkan IUP penting diketahui publik, terutama masyarakat tanahnya termasuk kedalam 586 hektar. Karena berkaitan dengan FPKM 20 Persen
Dikutip dari Antara yang terbit 23 November 2022, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan Heru Tri Widarto di Jakarta mengatakan Mekanisme FPKM 20 persen dilakukan oleh perusahaan perkebunan kepada masyarakat sekitar melalui beberapa bentuk, antara lain melalui pola kredit, pola bagi hasil, bentuk pendanaan lain yang disepakati para pihak dan/atau bentuk kemitraan lainnya.
“Serta kegiatan usaha produktif untuk masyarakat sekitar bagi perusahaan dengan kondisi tertentu,” katanya.
Heru menegaskan FPKM 20 persen hanya berlaku bagi perusahaan perkebunan yang mendapatkan IUP setelah Februari 2007, yang mana hal ini sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 26 Tahun 2007.
Dalam penyelesaian konflik, agaknya Dinas Perkebunan dan Peternakan kabupaten Tanjung Jabung Barat tidak diikutkansertakan secara aktif, hal ini tergambar dari jawaban Riduwan saat menjawab pertanyaan awak media, Riduwan lebih memilih melemparkan kepada Timdu saat ditanya pemahamannya terkait perkembangan penyelesaian konflik lahan.
“Bisa ditanyakan ke Timdu karena ini sudah dibahas diranah timdu dan sudah diperjelas hasil penjelasan rapat oleh BPN,” jawab Riduwan singkat.
Saat Ditanya siapa saja unsur timdu, Riduwan juga tidak menjawab.
Tidak dilibatkan Dinas Perkebunan Da Peternakan secara aktif oleh Timdu dalam menyelesaikan konflik lahan, tentu sangat menakutkan, karena konflik lahan tersebut terkait dengan penerbitan IUP yang menjadi kewenangan dinas Perkebunan dan Peternakan Tanjung jabung barat. Karena adanya perjanjian antara masyarakat dengan PT Trimitra Lestari yang akan membangun kebun plasma untuk masyarakat seluas 586 hektar. Sedangkan salah satu syarat penerbitan IUP adalah kebun plasma.
Apakah pada saat pengurusan IUP PT Trimitra Lestari, lahan masyarakat seluar 586 hektar tidak dijadikan kebun plasma?
Hanya dinas Perkebunan yang mengetahuinya. Namun beranikah Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Drs Riduwan membuka dokumen pengajuan IUP PT Trimitra Lestari jika dimohonkan melalui mekanisme permohonan informasi dan dinyatakan infromasi terbuka oleh majelis komisioner Informasi.?
Awak media sempat bertanya terkait keterbukaan informasi publik kepada kepala dinas perkebunan, namun tidak menjawab, Riduwan Justru lebih memilih melempar ke Timdu. Senin 21 Oktober 2024
M.Alfian