Kepentingan Interfensi Lebih Mendominan Dalam Tubuh Birokrasi Di Tanimbar, Ada Apa Dengan Pejabat Bupati KKT.

Berita, Daerah795 Dilihat

Jakarta,-TransTV45.com II Ternyata, perilaku interfensi akibat kepentingan kelompok maupun pribadi, ini mungin sudah menjadi santapan yang biasa bagi para pemilik kepentingan, hingga aturan yang seharusnya di pakai atau terapkan untuk di pergunakan itu hanyalah sebagai sombol atau tempelan semata. Apalagi kalau kita berbicera terkait kepentingan birokrasi, sudah pasti hal ini biasa di lakukan oleh para pemilik kepentingan.

Seperti yang baru saja terjadi di Desa Latdalam Kecamatan Tamimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, yaitu pada tahapan seleksi bagi para perangkat desa, yang jelas – jelas sudah keputusan dari tim pansel tingkat kecamatan, malah sudah di publikasi secara resmi di media, tapi hanya karna kuatnya interfensi keoentingan yang di duga kuat di lakukan oleh oknum anggaota DPRD yang baru saja lolos saat pileg kemarin dan baru menjalankan tugasnya sebagai seorang wakil rakyat. Tetapi didugs adanya interfensi kepada pejabat pejabat bupati maupun kepada sekda akhirmya surat keputusan yang sudah di tetapakan mepada 6 orang peserta yang lolos pada tahapan seleksi akhir, akhirnya di batakkan sepihak, dan mengorbankan usaha serta jeripaya yang telah di lewati oleh ke-6 peserta tersebut.

Begitupun baru baru ini ada peristiwa serta kejadian yang mirip terjadi di Kecamatan Wuarlabobar, baru baru ini. Akibat karena adanya s3buah kepentingan maupun interfensi dari pihak-pihak tertentu mengakibatkan aturan pun di abaikan hanya karena ambisi serta kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok tertentu.

Kepada media ini sala satu sumber terpercaya yang juga merupakan sala satu tokoh masyarakat yang berasal dari kecamatan tersebut, yang tak ingin namanya di catut pada media ini, setelah beliau membaca masalah yang terjadi di kecamatan tersebut. Lewat sambungan telepon seluler, beliau menceritakan masalah yang hampir sama terjadi juga di kecamatan wuarlabobar. Lebih tepatnya pada proses pergantian dua pejabat kepala desa, yaitu Pejabat Kepala Desa Karatat, dan Pejabat Kepala Desa Awear Baru.

Menurutnya, Camat yang di tugaskan maupun di percayakan saat ini untuk duduk dan memimpin di Kecamatan Wuarlabobar merupakan panjang tangan dari Bupati itu sendiri, berarti segala pertimbangan usulan maupun masukan dari Camat selaku orang yang di percayakan di tingkat kecamatan pun harus di pertimbangkan. Karena camat sudah pasti tau kualitas kinerja dari setiap perangkat yang ada di kecamatan tersebut.

Tetapi ini sebaliknya, pada saat pengusulan yang di usulkan oleh camat yang di sampaikan kepada bupati untuk nantinya sebagai bahan pertimbangan untuk bisa menentukan siapa yang layak memimpin di dua desa tersebut, ternyata nama nama yang di usulkan oleh camat satupun tidak ada yang di akomodir untuk bisa menempati dua posisi yang di butuhakan di dua desa tersebut. Di duga kuat sudah ada interfensi serta lobi lobi jabatan di bagi yang punya kepentingan sampai di tingkat kabupaten sehingga apa yang di usulkan oleh camat wuarlabobar tidak satupun yang bisa di akomodir. Ini yang menjadi pertanyaan sistim penilaiyan seperti apa yang di pakai dalam menentukan pejabat kepala desa. Kalaupun usulan dan masukan camat saja tidak bisa di akomodir dan di pertimbangkan berarti sama saja camat tidak di percaya dalam memimpin di kecamatan tersebut, dan kalau sudah seperti ini maka semua keputusan yang di lakukan atau yang di keluarkan oleh camat itu bisa saja tidak di pakai atau tidak di percaya.

Lebih parahnya di saat usulan camat tidak di pakai, malah Sekcam yang menduki kursi orang no dua di kecamatan tersebut yang seharusnya mempunyai banyak tugas dan pekerjaan di tingkat kecamatan, malah di tugaskan sebagai pejabat kepala desa di sala satu desa. Menjadi pertanyaan saat ini adalah, jika sekcam di tugaskan sebagai pejabat kepala desa maka jika camat menjalankan tugasnya di ibu kita kabupaten lalu siapa yang akan menjalankan tugas selama camat tidak ada di tempat? dengan nada tinggi sumber ini bertanya”.

Sambung sumber ini mengatakan bahwa, lebih gila lagi ada PNS yang tidak menjalankan tugasnya selama ber bulan bulan seperti ibu Helena Kormasela, tetapi beliau di tunjuk menjadi pejabat kepaka desa di desa karatat, bagaimana bisa orang tidak pernah menjalankan tugasnya sebagai ASN tetapi di lantik jadi pejabat kepala desa, harunya yang bersangkutan di proses karna tidak menjalankan tugas sebagai Aparatur Negeri Sipil. Bukan sebaliknya beliau di kasi tempat yang nantinya di takutkan ke depan akan timbul permasalahan yang baru.

Menurut kami kenapa sampai usulan camat tidak di akomodir, dugaan kuat kami Sekcam J.Y. Wuarlela dan ibu Helena Kormasela, telah melangkahi camat dan memakai kekuatan di tingkat kabupaten untuk melakukan lobi lobi agar 4 orang yang sudah di usulkan oleh camat A. Melatawun S. Sos tidak bisa di akomodir dan sesuai apa yang saya lihat selama ini camat yang di tugaskan di kecamatan ini hanya sebagai boneka yang tidak di hargai sedikitpun, tutup sumber ini di akhir ujung telepon nya.

Media ini pun berkesempatan dapat menghubungi Camat Wuarlabobar A. Melatawun S. Sos. Lewar telepon seluker terkait proses pengusulan 4 orang staf dari kantor kecamataun untuk nantinya di tetapkan sebagai pejabat kepala desa baik di desa Karatan maupun di desa Awear. Menurut camat, memang benar beliau sebagai camat ada mengusulkan terkait kekosongan yang terjadi di dua desa tersebut, untuk di sampaikan kepada Pejabat Bupati tidak, hanya saja keputusan itu kan kewenangan di atas untuk nantinya siapa yang di tentukan untuk mengisi kekosongan yang ada di dua desa tersebut, tutup camat kepada media ini saat di confirmasi.

 

( Gilang.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *