Palu-TransTV45.Com – Asosiasi untuk Transformasi Sosial (ANSOS) Sulawesi Tengah (Sulteng) mendesak Gubernur Sulteng, Anwar Hafid, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan kelapa sawit. Evaluasi tersebut tidak hanya ditujukan kepada PT Agro Nusa Abadi (ANA), tetapi juga kepada seluruh perusahaan yang saat ini dianggap beroperasi secara ilegal.
Direktur ANSOS Sulteng, Noval A. Saputra, dalam konferensi pers bertajuk “PT Agro Nusantara Abadi: Aktor Intelektual Konflik Horizontal Masyarakat Morowali Utara” di Hotel Buana Graha, Jalan Emy Saelan, Kota Palu, pada Jumat (22/3), menyoroti aktivitas PT ANA yang telah beroperasi selama 18 tahun tanpa dokumen resmi.
Ia menegaskan bahwa pada 2021, seorang warga Desa Towara, Bakri Dg Mangiri, menggugat PT ANA atas pencaplokan tanah miliknya seluas 200.000 meter persegi. Gugatan tersebut dikabulkan sejak tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Poso hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA) serta melalui upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali/PK) di MA.
“Fakta ini menunjukkan bahwa PT ANA telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menguasai tanah milik Bakri Dg Mangiri secara tidak sah,” ujar Noval.
Selain itu, Noval mengungkapkan bahwa kajian Ombudsman Sulteng pada 2018 menemukan PT ANA belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Oleh karena itu, ia mendesak Gubernur Anwar Hafid untuk mengambil langkah tegas dalam mengevaluasi seluruh perusahaan kelapa sawit, guna memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan tahapan perizinan.
Noval juga menyoroti dugaan bahwa PT ANA sengaja menciptakan konflik horizontal di antara masyarakat. Ia menyebutkan bahwa opini yang berkembang saat ini adalah PT ANA memprovokasi warga lama dan warga baru yang menguasai lahan agar saling bertentangan.
Lebih lanjut, Noval menekankan bahwa jika masyarakat setempat tidak memperoleh hak atas tanah, negara harus hadir dengan skema reforma agraria sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2003 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.
“Dengan adanya program reforma agraria, negara harus hadir untuk memastikan masyarakat memperoleh hak atas tanah mereka,” tegasnya.
Sementara itu, sosiolog Universitas Tadulako (Untad), Hairuldan, menilai konflik antarwarga di sekitar PT ANA merupakan konflik yang sengaja diciptakan dan dipelihara oleh perusahaan.
“Dari sudut pandang sosiologis, saya melihat PT ANA menggunakan kekuatan ekonomi dan politiknya untuk melakukan kriminalisasi terhadap warga,” ujarnya.
Menurut Hairuldan, tidak mengherankan jika saat ini masyarakat sekitar perkebunan sawit justru dijadikan tersangka atas dugaan pencurian buah sawit di lahan mereka sendiri. Ia pun menekankan bahwa negara harus hadir untuk menyelesaikan konflik ini.
Perwakilan warga Desa Bunta, Sulaeman, membenarkan bahwa ketegangan antarwarga memang terjadi. Ia berharap Satgas Penyelesaian Konflik Agraria yang telah dibentuk oleh Pemerintah Sulteng dapat segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.