KUANTAN SINGINGI RIAU, TransTV45.com ||Ribuan hektare Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Pangkalan Indarung, Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, kini beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal.
Sejumlah nama, termasuk politisi, pengusaha, dan calo lahan, disebut-sebut terlibat dalam perambahan kawasan hutan tersebut.
Salah satu nama yang mencuat adalah Kasir, anggota DPRD Riau dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia diduga menguasai lahan di beberapa titik strategis dalam kawasan hutan yang seharusnya dilindungi.
Dugaan ini mengemuka setelah dua warga Nias, FT (34) dan FZ (39), ditangkap oleh Polres Kuansing atas tuduhan merambah kawasan HPT.
Namun, penangkapan ini justru memicu pertanyaan publik: mengapa hanya rakyat kecil yang ditindak, sementara aktor besar masih bebas beraktivitas?
Berdasarkan informasi yang dihimpun, selain Kasir, beberapa nama lain yang disebut memiliki lahan di kawasan HPT antara lain:
Mosad (Desa Petai); lebih dari 100 hektare, sebagian telah panen.
Cipto (pengusaha di Pangkalan Indarung); sekitar 80 hektare siap tanam.
Yandi (pemilik bengkel di Teluk Kuantan); sekitar 60 hektare, dengan 30 hektare sudah ditanami sawit.
Sementara itu, Kasir disebut-sebut menguasai lahan di beberapa lokasi berikut:
Simpang Tiga Sungai Terentang,sekitar 200 hektare.
Sungai Batang Bubur, sekitar 80 hektare.
Kutun Pangkalan, sekitar 60 hektare yang baru dibuka.
Modus yang digunakan dalam penguasaan lahan ini diduga melalui skema kelompok tani. Dengan dalih program pemberdayaan, kawasan hutan dialihkan menjadi lahan pertanian secara ilegal.
“Ini bukan kelompok tani biasa. Ada skema besar yang melibatkan cukong dan oknum berpengaruh,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.
Aktivitas perambahan ini melanggar berbagai regulasi, di antaranya:
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengancam pelaku perambahan ilegal dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar
UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang memperberat sanksi bagi pihak yang menikmati hasil dari perambahan.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memberikan hukuman bagi perusak ekosistem hutan.
Kasus ini menuai reaksi keras dari Komunitas Pecinta Alam Riau (Kopari). Juru bicara Kopari, Wagimin, mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap Kasir dan aktor-aktor lain yang diduga terlibat.
“Penegakan hukum jangan tebang pilih. Jangan hanya rakyat kecil yang dikorbankan, sementara elite politik dan cukong dibiarkan bebas,” ujar Wagimin, dilansir riauterbit.com
Kopari juga meminta Bupati Kuansing untuk segera turun tangan dengan melakukan razia besar-besaran di kawasan hutan yang telah beralih fungsi.
“Bupati jangan diam saja. Jika dibiarkan, Kuansing akan kehilangan hutan dan hanya menjadi lahan sawit ilegal,” tambahnya.
Hingga berita ini diterbitkan, media masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait, termasuk Kasir dan aparat penegak hukum.
Perambahan hutan di Kuansing bukanlah kasus baru. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit ilegal terus terjadi tanpa ada tindakan tegas dari pihak berwenang.
Publik kini menunggu, apakah aparat hukum berani menindak aktor-aktor besar di balik skema ini atau justru membiarkan hutan Kuansing terus terkikis? (TIM)