Skandal Dana PIP di Kalbar, LSM MAUNG Tuntut Tegaknya Hukum, Hentikan Praktik Makelar Pendidikan

Sambas ,TransTV45.com.: Di negeri yang mengklaim diri sebagai negara hukum dan berkomitmen pada pendidikan inklusif, justru masih ditemukan praktik paling keji dalam bentuk makelar bantuan untuk anak miskin. Skandal percaloan dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang mencuat di Kalimantan Barat kini menjadi sorotan tajam publik, menyusul pernyataan keras dari Dewan Pimpinan Daerah LSM MAUNG Kalbar.

Sebagai aktivis yang menaruh perhatian pada kebusukan sistemik di balik slogan pendidikan gratis dan bantuan sosial, kasus ini adalah cermin buruknya pengawasan, lemahnya penegakan hukum, dan tumbuh suburnya jaringan rente di tubuh birokrasi pendidikan.

Makelar Dana PIP Adalah Kejahatan Kemanusiaan Sosial

Ketua DPD MAUNG Kalbar, Andri Mayudi, dalam konferensi pers menegaskan bahwa dana PIP adalah hak mutlak siswa miskin dan tidak boleh dipotong dengan dalih apapun. “Segala bentuk pemotongan, percaloan, atau pungutan liar adalah kejahatan moral dan pelanggaran hukum yang mencederai masa depan anak-anak bangsa. Negara harus hadir dan bertindak,” tegas Andri

Andri menyebutkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat resmi ke Kejaksaan Tinggi Kalbar sejak 7 Maret 2025. 

Tiga Dugaan Pidana: Jerat Hukum Bukan Sekadar Opsional

Menurut analisis hukum yang dibawa oleh MAUNG Kalbar, praktik ini masuk ke dalam tiga dugaan pelanggaran pidana serius:

1. Penyalahgunaan wewenang oleh oknum sekolah dan pihak eksternal,

2. Pemerasan dan penipuan terhadap wali murid sebagai korban ketidaktahuan dan ketimpangan kuasa,

3. Tindak pidana korupsi berupa pemotongan dan penggelapan dana bantuan sosial.

Ketiganya jelas melanggar Permendikbud No. 10 Tahun 2020 tentang larangan potongan dana bantuan, sekaligus melabrak prinsip dasar keadilan sosial sebagaimana amanat konstitusi.

Dampak Sosial: Generasi Miskin Dijadikan Komoditas

Lebih dari sekadar penyimpangan teknis, praktik ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan. “Anak-anak dari keluarga miskin dijadikan objek eksploitasi oleh birokrasi yang korup. Ini bukan sekadar pungli—ini adalah pengkhianatan terhadap cita-cita kemerdekaan,” ujar Andri.

Apresiasi Terhadap Gerakan Sipil: Rakyat Bergerak, Hukum Harus Menyusul

DPD MAUNG juga memberikan apresiasi tinggi kepada Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) — gabungan DPC SBMI Sambas, DPW LAKSRI Kalbar, dan LSM GRAK Sambas — yang telah melaporkan praktik makelar serupa ke Kejari Sambas. Koalisi ini adalah simbol perlawanan masyarakat sipil terhadap dominasi kekuasaan yang membungkam suara lemah.

“Ini adalah bentuk kontrol publik. Ketika negara lalai, rakyat wajib bersuara,” kata juru bicara MAUNG.

Desakan Tegas: Jangan Biarkan Kasus Ini Mati di Meja Kejaksaan

DPD MAUNG Kalbar mengajukan tuntutan konkret:

Audit terbuka atas seluruh penyaluran PIP di Kalbar oleh lembaga independen,

Pengawasan aktif dari Kementerian Pendidikan dan Ombudsman,

Penindakan hukum yang tegas terhadap siapapun pelaku, baik dari internal sekolah, birokrasi, maupun pihak ketiga.

Tak berhenti di sana, KMPP membuka kanal aduan publik bagi siapa pun yang mengetahui atau menjadi korban praktik serupa. Tujuannya jelas: menghentikan praktik ini sampai ke akarnya.

Negara Harus Hadir, Bukan Sekadar Hadir di Spanduk

Dalam pernyataan penutupnya, MAUNG menekankan, “Jika negara gagal hadir di tengah korban dari sistem yang bobrok, maka rakyat akan mencatat itu sebagai bentuk pengkhianatan. Dana PIP bukan untuk diperdagangkan. Ini adalah hak anak bangsa. Tegakkan hukum sebelum kepercayaan publik runtuh total.

Kini publik menanti: akankah aparat hukum bergerak untuk membela siswa miskin, atau justru tunduk pada tekanan elite dan pembiaran sistemik.

Publish:Dy

Wartawan:Mulyono

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *