Singkawang, Kalbar – TransTV45.com || Ratusan masyarakat pemilik lahan eks wilayah Tanjung Gundul, yang kini berada di Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan, mengalami ketidak pastian hukum atas tanah mereka seluas ±816 hektar. Sabtu (19/07/2025)
Tanah tersebut sebelumnya merupakan bagian wilayah administratif Kabupaten Bengkayang, namun berdasarkan Permendagri No. 90 Tahun 2018, wilayah ini kini masuk dalam administrasi Kota Singkawang.
Terdapat 454 warga dengan 656 dokumen SPT/SKT yang kini kehilangan kendali atas hak tanahnya akibat penerbitan ratusan sertifikat oleh BPN Singkawang di atas lahan yang sudah lebih dulu dimiliki secara sah oleh masyarakat.
Fakta Mencengangkan: 542 Alas Hak Diterbitkan Tanpa Proses Transparan
Data menunjukkan bahwa BPN Kota Singkawang telah menerbitkan 542 alas hak, terdiri dari (sumber: Surat Walikota Singkawang kepada Gubernur Kalimantan Barat, nomor: 100/1276/PEM-B, Tertanggal 5 Desember 2022) :
Hak Milik (HM): 383
Hak Pakai (HP): 6
Hak Guna Bangunan (HGB): 1
Peta Bidang Tanah (PBT): 152.
Jumlah yang sangat besar ini diterbitkan tanpa membuka data overlay seperti yang diminta kuasa masyarakat dan LBH RAKHA, padahal data overlay penting untuk memastikan tidak terjadi tumpang tindih dengan alas hak warga yang telah lebih dahulu ada.
BPN Singkawang dinilai melawan perintah Dirjen PSKP ATR/BPN
lebih mengejutkan lagi, Kantor Pertanahan Kota Singkawang secara nyata tidak melaksanakan instruksi resmi dari Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN, yang tertuang dalam Surat Nomor: SK.04.03/396-800.38/III/2024 tertanggal 27 Maret 2024.
Instruksi tersebut secara jelas memerintahkan, penelitian data fisik, yuridis, dan administrasi
Koordinasi dengan Forkopimda
Pelaporan kepada Menteri ATR/BPN
Namun hingga 9 bulan sejak surat tersebut diterbitkan, tidak ada tindak lanjut yang dilakukan oleh BPN Singkawang maupun Kanwil BPN Kalimantan Barat.
Indikasi Kuat Adanya Mafia Tanah Secara TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif)
LBH RAKHA menduga kuat terjadi praktik mafia tanah dalam skema yang tersusun rapi.
Indikasi ini berdasarkan, penerbitan SHM di bawah tahun 2018 padahal wilayah baru masuk Singkawang setelah Permendagri No.90 Tahun 2018
Ketertutupan data overlay oleh BPN Singkawang.
Lurah Sedau tidak dapat menunjukkan alas hak dasar SHM tetap dilakukannya pembebasan lahan jalan menuju bandara meski telah diingatkan sejak 2022 dan 2023, tidak dilaksanakannya perintah Dirjen ATR/BPN hingga hari ini
Pernyataan Tegas Penerima Kuasa
Bagus Firsawan, SE, selaku penerima kuasa dari warga menyatakan.
“Kami sudah menempuh semua jalur resmi dan prosedural, data sudah lengkap tapi Kantor Pertanahan Singkawang terkesan menutup-nutupi dan mengulang dari awal, ini bukan hanya bentuk pengabaian hak warga, tapi bisa dikategorikan sebagai tindakan yang berpotensi melawan hukum.”
Langkah Lanjutan LBH RAKHA bersama kuasa masyarakat telah bersurat resmi ke BPN Singkawang (20 Januari 2025)
Mengajukan permintaan data overlay dan transparansi SHM memohon pendampingan Gubernur Kalimantan Barat, melaporkan ke Bupati Bengkayang per 7 Juli 2025.
Bersiap membawa ke Komnas HAM, Ombudsman, DPR RI, dan Presiden
Tuntutan Masyarakat, BPN Singkawang segera membuka data overlay, sebagaimana Surat Walikota Singkawang kepada Gubernu Kalimantan Barat, nomor: 100/1276/PEM-B, Tertanggal 5 Desember 2022.
Laksanakan perintah Dirjen PSKP Kementerian ATR/BPN RI sesuai surat tertanggal 27 Maret 2024.
Hentikan sementara semua aktivitas sertifikasi baru di atas tanah eks Tanjung Gundul, evaluasi terhadap pejabat BPN yang terlibat.
Pernyataan Resmi Ketua LBH RAKHA
Roby Sanjaya, SH, Ketua LBH RAKHA, menyampaikan sikap keras, “Kami mengecam keras BPN Singkawang yang tidak melaksanakan perintah Dirjen Kementerian ATR/BPN RI sebagaimana tertuang dalam Surat No. SK.04.03/396-800.38/III/2024.
Ini adalah bentuk pembangkangan terhadap otoritas pusat dan melecehkan proses hukum yang sedang berjalan. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan, maka kami akan membawa masalah ini ke Satgas Anti Mafia Tanah, DPR RI Komisi II, hingga Presiden Republik Indonesia.
“Upaya pada Gubernur Kalimantan Barat adalah langkah terakhir untuk jalur persuasif. Jika tidak juga ditanggapi, maka akan kami tempuh langkah hukum di pusat/nasional.”
Sebagai langkah persuasif kami, saat ini kami menunggu jadwal dari Gubernur Kalimantan Barat untuk menjadwalkan mediasi dengan para pihak.
Kami berharap pertemuan tersebut mendapat solusi terbaik khususnya bagi masyarakat yang kami dampingi. Tapi jika tidak juga ada solusi dengan terpaksa kami membawa masalah ini ke Pusat.
Bagus Firsawan, SE, selaku penerima kuasa dari warga menyatakan, “Kami menjalani proses ini sejak 2021 hingga sekarang, kami sepakat dengan LBH Rakha, jika nanti pada pertemuan di Kantor Gubernur tidak ada solusi, maka kami bersama LBH Rakha akan menempuh jalur upaya hukum di Pusat, yaitu salah satunya melaporkan hal ini ke Satgas Anti Mafia Tanah Pusat, ke DPR RI Komisi II, dan lainnya.” ungkap Roby.||Jurnalis:Hartono
(Sumber: LBH RAKHA)
(Editor Wakorwil Kalbar Suparman)