Teror dan Upaya Sistematis Pembungkaman Media Menyusul Pengungkapan Kasus Suap DPD RI

Breaking News1518 Dilihat

Jakarta-TransTV45.Com//Pengungkapan mega kasus dugaan suap yang melibatkan 95 senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dalam pemilihan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) unsur DPD tidak hanya menyingkap praktik korupsi yang masif, tetapi juga diikuti oleh operasi teror, intimidasi, dan upaya sistematis untuk membungkus pemberitaan media.

Aktivis Muhammad Fithrat Irfan, yang merupakan pelapor awal kasus ini, mengaku menjadi korban teror dan intimidasi yang menargetkan dirinya, keluarganya, serta sejumlah media daring yang memberitakan skandal tersebut.

Kronologi Dugaan Suap dan Upaya Pembungkaman

1. Pengaduan Awal: Irfan melaporkan dugaan praktik suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI yang melibatkan 95 dari total 152 anggota senator.

Dalam laporannya, ia menyebut secara gamblang keterlibatan dan penyalahgunaan instrumen negara oleh berbagai oknum, termasuk dari Kementerian Hukum dan HAM, Marinir Angkatan Laut, dan perwira tinggi Polri.

Sultan Bachtiar Najamudin disebut sebagai Ketua DPD RI terpilih, sementara Abcandra Akbar Supratman anak dari Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas disebut terpilih sebagai Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD.

2. Teror kepada Aktivis dan Keluarga: Setelah pemberitaannya ramai, Irfan dan keluarganya menerima teror dan ancaman. Pada Rabu, 20 Agustus 2025, istri dan mertuanya menerima teror melalui telepon dan pesan WhatsApp yang memaksa mereka menurunkan seluruh postingan kritik serta menghapus akun media sosial.

Data pribadi keluarga Irfan juga diretas dan disalahgunakan untuk menyebarkan hoaks, menuduhnya sebagai residivis, pelaku prostitusi online, dan memasukkannya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Pelaku teror mengatasnamakan diri sebagai ‘Bima dari Cyber Polri’.

3. Operasi Pembungkaman Media: Di balik layar, terungkap upaya terstruktur yang didalangi jaringan tertentu untuk membungkam pemberitaan.

Jaringan yang mengatasnamakan ‘Setyo’ secara aktif menghubungi pimpinan redaksi (pimred) sejumlah media daring. Modus operandi mereka adalah menawarkan uang sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) per berita sebagai imbalan untuk menghapus (takedown)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *