Singkawang, Kalbar – TransTV45.com || Menyikapi Beberapa pemberitaan media yang terbit berjudul “LBH Bhakti Nusa Desak Kejari Singkawang Tersangkakan Tjhai Chui Mie, Ancam Kepung Kantor Kejaksaan.”
Menurut Dido Sanjaya SH, “belakangan ini muncul sejumlah pernyataan di ruang publik yang mendesak agar jaksa harus menetapkan Tjhai Chui Mie sebagai tersangka. Narasi semacam ini patut disikapi secara hati-hati, karena berpotensi mengaburkan prinsip dasar negara hukum dan mereduksi makna penegakan hukum yang berkeadilan.”
Dalam sistem hukum yang sehat, penetapan seseorang sebagai tersangka bukanlah hasil tekanan opini publik, melainkan buah dari proses hukum yang ketat, berbasis alat bukti, fakta hukum, dan analisis yuridis yang objektif. Oleh karena itu, dorongan yang bersifat memaksa dan tendensius justru mencerminkan sikap yang berlebihan dengan membawa nama Masyarakat.
Kita harus percaya bahwa Kejaksaan merupakan institusi penegak hukum yang profesional dan independen. Kejaksaan tidak boleh, dan tidak seharusnya, bekerja di bawah intervensi tekanan politik, opini massa, ataupun kepentingan tertentu. Ketika penegakan hukum tidak lagi berlandaskan prinsip-prinsip hukum yang benar, maka yang muncul bukan keadilan, melainkan kesalahan penegakan hukum atau bahkan penyalahgunaan kewenangan.
Tambah Dido,” lebih jauh, proses hukum tidak boleh dipotong atau disederhanakan secara sepihak. Masih terdapat mekanisme hukum yang sah dan dijamin undang-undang, seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali (PK). Upaya-upaya tersebut merupakan bagian dari sistem peradilan dan wajib dihormati oleh semua pihak, termasuk oleh publik dan para pembentuk opini.”
Perlu ditegaskan bahwa putusan hakim tidak serta-merta menjadi perintah penyelidikan baru. Hakim dalam sistem peradilan pidana bertugas menilai dan memutus perkara berdasarkan dakwaan, alat bukti, dan fakta hukum yang diajukan dalam persidangan. Putusan tersebut bersifat adjudicative, bukan investigative. Dengan kata lain, hakim mengadili, bukan menyelidiki.
Selain itu, terdapat berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung yang telah memberikan pedoman jelas terkait batas kewenangan dalam penanganan perkara serupa. Yurisprudensi ini seharusnya menjadi rujukan penting agar penegakan hukum tidak melampaui kewenangan, tidak bersifat sewenang-wenang, dan tetap berada dalam koridor hukum yang sah.
Penegakan hukum yang baik bukanlah penegakan hukum yang cepat dan keras semata, melainkan yang adil, cermat, dan bertanggung jawab. Publik berhak mengawasi, namun pengawasan harus dilakukan dengan nalar hukum, bukan dengan desakan emosional atau penghakiman dini.
“Pada akhirnya, menjaga marwah hukum berarti menjaga proses, menghormati mekanisme yang ada, serta memberikan ruang bagi aparat penegak hukum untuk bekerja secara independen dan profesional. Hanya dengan cara itulah keadilan yang sesungguhnya dapat terwujud, tutup Dido.”
(Sumber Hendra E GNTV)
(Editor Suparman)




