Operasi Serkap Lundu Diduga Buka Pola Rekrutmen Mafia Migran Dari Desa- Desa Perbatasan Sambas

Breaking News102 Dilihat

Sambas, TransTV45.com. : Penggagalan penyelundupan Imigran Tanpa Izin (PATI) melalui Operasi Serkap oleh Divisi Penegakan Imigran Kuching di Jalan Lundu–Biawak, Kampung Tanjam, Sarawak, Selasa (24/12/2025), menguatkan dugaan adanya pola rekrutmen sistematis mafia migran yang berakar dari desa-desa perbatasan Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.(Kamis, 25 Desember 2025)

Operasi yang melibatkan 10 aparat tersebut menghentikan sebuah Mitsubishi Grandis (MPV) yang membawa enam warga negara asing selain sopir. Seluruhnya kini diperiksa berdasarkan Seksi 26J Undang-Undang Anti Perdagangan Orang dan Anti Penyelundupan Migran 2007 (UU 670), sementara kendaraan disita sebagai barang bukti.

Namun di balik penangkapan tersebut, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Kabupaten Sambas menilai kasus ini mencerminkan pola berulang yang selama ini luput disentuh penegakan hukum secara menyeluruh.
Ketua SBMI Sambas, Sunardi, mengungkapkan bahwa mayoritas pekerja migran ilegal yang tertangkap di wilayah Sarawak berasal dari desa-desa perbatasan Sambas, direkrut melalui skema tidak resmi yang telah berjalan lama dan terorganisir.
“Polanya hampir selalu sama. Calo masuk ke desa-desa perbatasan, menyasar warga usia produktif yang menganggur atau terjerat utang. Mereka dijanjikan kerja cepat, tanpa dokumen, tanpa pelatihan, dan tanpa perlindungan,” ujar Sunardi.

Menurutnya, perekrutan kerap dilakukan secara personal dan tertutup—melalui relasi kekerabatan, pertemanan, atau tokoh informal desa—sehingga sulit terdeteksi aparat. Setelah calon pekerja terkumpul, mereka diberangkatkan secara berkelompok kecil menggunakan jalur darat, menumpang kendaraan pribadi, dan melintasi perbatasan tidak resmi untuk menghindari pemeriksaan.
“Tidak ada kontrak kerja, tidak ada visa, tidak ada jaminan. Begitu masuk Malaysia, mereka langsung diserahkan ke majikan yang sudah menunggu. Ini menunjukkan ada pesanan tenaga kerja ilegal, bukan sekadar nekat cari kerja,” tegasnya.

SBMI menilai skema ini tidak mungkin berjalan tanpa keterlibatan mafia migran lintas negara yang memahami celah pengawasan perbatasan dan kebutuhan tenaga kerja murah di sektor-sektor tertentu. Dalam banyak kasus, ketika terjadi penangkapan, pekerja migran menjadi pihak pertama yang dikorbankan, sementara calo dan majikan penerima tenaga kerja ilegal justru sulit tersentuh hukum.

Sunardi menekankan bahwa desa-desa perbatasan Sambas telah lama menjadi “lumbung” tenaga kerja ilegal akibat minimnya lapangan kerja lokal dan lemahnya pengawasan terhadap praktik perekrutan nonprosedural.
“Kalau aparat hanya menunggu penangkapan di Malaysia, maka desa-desa kami akan terus dikuras. Mafia ini bekerja dari hulu, tapi yang ditangkap selalu di hilir,” katanya.

SBMI Sambas mendesak agar Operasi Serkap tidak berhenti pada proses hukum terhadap pekerja dan pengangkut, melainkan dikembangkan menjadi penyelidikan jaringan, termasuk menelusuri titik perekrutan di desa-desa perbatasan Sambas serta menindak tegas calo dan majikan ilegal sebagai aktor utama.

Di saat yang sama, SBMI juga meminta Pemerintah Indonesia melalui perwakilan resmi di Malaysia untuk hadir memberikan pendampingan hukum kepada warga negara Indonesia yang ditangkap, sekaligus menjadikan kasus ini sebagai pintu masuk pembongkaran mafia migran dari desa hingga tempat kerja.

Operasi Serkap di Lundu kini tidak hanya menjadi soal penegakan hukum imigrasi, tetapi juga ujian keberanian negara dalam membongkar praktik mafia migran yang selama ini menjadikan desa-desa perbatasan Sambas sebagai ladang eksploitasi tenaga kerja.

Mulyono

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *