Kepemimpinan Dinasti Mencederai Cita-Cita Reformasi, Catatan Dr. Suriyanto Pd, S.H., M.H., M.Kn

Nasional469 Dilihat

Jakarta-TransTV45.com||Sejarah Nusantara yang sejak dulu terdiri dari pulau-pulau adalah rumpun kepulauan yang dipimpin oleh raja-raja secara parsial dengan berdirinya banyak kerajaan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Pada era kerajaan di Nusantara terjadi era kepemimpinan turun menurun dari para turunan raja dan kaum bangsawan, dan pada masa itu menjadi satu hal yang wajar saja.

Seiring berjalannya waktu dengan masuknya era penjajahan Belanda yang menguasai beberapa daerah Nusantara dengan berbagai tekanan, di masa itu pula lahir para tokoh cikal bakal pemersatuan bangsa nusantara yang di ikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan sumpah pemuda oleh gabungan para pemuda nusantara pada masa itu.

Sebagai cikal bakal lahirnya Indonesia, yang hingga kini kita bersama sebagai Bangsa Indonesia dan selalu kita peringati dengan Hari Sumpah Pemuda secara Nasional.

Sejak Sumpah pemuda 1928 lahirlah tokoh-tokoh Nasional hingga bersatunya Bangsa Nusantara menjadi satu Bangsa Indonesia yang terlahir pada tahun 1945 dengan dasar Negara Pancasila dan UUD 1945.

Pada era berdirinya Negara Indonesia masuk pada tatanan yang disebut sebagai orde Lama yang dipimpin oleh Bapak Proklamator Yang dikenal dengan “Bung Karno. ”

Pada fase kedua masuk era kepemimpinan orde Baru dengan dipimpin oleh pemimpin otoriter yang kita kenal dengan pemimpin murah senyum yaitu “Pak Harto. “Yang memimpin NRI selama 32 tahun.

Pada fase ketiga lahir era reformasi yang menggulingkan kepemimpinan otoriter oleh para mahasiswa dan aktivis yang dikenal hingga kini dengan pergerakan 98.

Reformasi terjadi karena menuntut kebebasan berpendapat, juga menghilangkan pemerintahan KKN selama 32 tahun di era Orde baru.

Reformasi berjalan seiring waktu dalam menjalankan Negara yang menganut demokrasi yang bebas mengeluarkan pendapat dan menegakkan HAM tidaklah semulus dengan apa yang di cita-cita kan oleh para mahasiswa dan aktivis 98, mengapa demikian hal ini menjadi keresahan publik dipenghujung era reformasi, jelang pelaksanaan pemilu 2024.

Keresahan dan kegaduhan tersebut di akibatkan oleh gempa hukum yang mencederai konstitusi dengan putusan MK yang cacat hukum demi mendukung usia di bawah 40 tahun dapat maju sebagai capres dan cawapres.

Kegaduhan pun tidak terelakan di publik, dengan putusan MK tersebut maka lahirlah kepemimpinan dinasti mengulang sejarah kelam orde Baru yang ditumbangkab untuk menghapus KKN ternyata di 2024 ini terulang kembali.

Bung Karno berpesan dengan JAS MERAH, jangan sekali kali melupakan sejarah, tetapi yang di maksud adalah sejarah baik bukan mengulang sejarah kelam seperti yang terjadi saat ini.

Yang jadi pertanyaan saat ini mengapa banyak pihak yang membenarkan cara-cara kepemimpinan dinasti yang dilakukan saat ini, apakah benar bahwa bangsa kita mudah melupakan hal buruk yang pernah terjadi di masa lalu?

Mari kita bersama cermati dengan seksama bahwa cita-cita reformasi membrangus KKN dan menegakkan demokrasi jangan dicederai oleh sahwat politik yang merusak perjuangan reformasi itu, dengan pola pemimpin yang membangun dinasti keluarga dengan alasan apapun itu.

Jangan sampai KKN terulang kembali, dan merusak perjuangan reformasi. Kita sudah berjuang lama, reformasi kita tahun ’98 memakan banyak korban, karena apa? Karena terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme.*) Akademisi, Pakar Hukum

A.Ridwan/Rilis DPP PWRI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *