PETI Mitra, Minut, Boltim, Bolmong, Bolsel Sangihe Tetap Eksis, Pasca Penangkapan Tiga Pembeli 10 Kilo Emas Ilegal, Liando: Polda Sulut Jangan Tebang Pilih!

Daerah355 Dilihat

Manado||TransTV45.com||enangkapan tiga tersangka yang diduga melakukan pembelian 10 kilogram emas dari hasil Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan Subdit Tipidter Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulut, tidak serta-merta membuat kegiatan ilegal mining para pengusaha alias bos PETI terhenti.

 

 

Pasalnya, hingga saat ini, kegiatan itu masih tetap eksis. Total, ada enam Kabupaten di Sulut yang ‘mengoleksi’ PETI alat berat. Enam daerah tersebut, yakni Minahasa Tenggara, Minahasa Utara, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Timur, Bolaang Mongondow Selatan dan Sangihe.

 

 

Meski sudah berlangsung lama, nyatanya aktivitas ilegal mining ini tidak terjamah tangan aparat.

 

 

Dari informasi yang masuk ke, media Trans TV45.com,Jumat (26/04/2024), kegiatan ilegal mining di enam Kabupaten ini pernah terhenti pada medio 2020. Saat itu Kapolda Sulut dijabat Irjen Pol Drs Royke Lumowa MM.

 

Namun, selepas pergantian Kapolda Sulut kala itu, kegiatan ilegal mining ini satu persatu mulai eksis. Teranyar, kegiatan PETI alat berat ini aktif hingga sekarang.

 

 

Bahkan, saat tim Bareskrim Polri datang ke Sulut pada Juli 2023, mereka dikabarkan hanya mampu menertibkan PETI di Sangihe, sedangkan kegiatan PETI di Mitra, Minut, Bolmong, Boltim dan Bolsel tidak dijamah.

 

 

Saat menertibkan PETI di Sangihe, Bareskrim Polri dikabarkan sempat menetapkan tiga tersangka, masing-masing ALM alias Ko An, ST alias Stenly dan A alias Andi. Namun, pada akhir tahun 2023, ketiganya dipulangkan ke Manado.

 

 

Berhembus kabar, setelah kembali ke Manado, ALM, ST dan A kembali menggeluti bisnis PETI di Sangihe.

 

 

Bahkan, kegiatan ilegal mining Sangihe ini sudah langsung eksis begitu tim Bareskrim Polri kembali ke Jakarta.

 

Dalam penertiban yang dilakukan Tim Bareskrim Polri kala itu, keterlibatan oknum anggota Polres Sangihe di bisnis PETI alat berat ini terangkat ke permukaan.

 

 

Dimana, selain disinyalir mendapat lokasi atau tempat pengolahan emas dari bos PETI, oknum anggota Polres Sangihe juga diduga terlibat dalam pemasok sianida, karbon maupun BBM bersubsidi jenis solar di lokasi PETI.

 

 

Dugaan tersebut mengemuka begitu tim Paminal Polri memboyong oknum Kasat Reskrim Polres Sangihe Iptu F, KBO Reserse Ipda EA, Kapolsek Lapango Ipda AS, Kanit Buser Polres Bripka EG dan seorang anggota berinisial Brigadir UP ke Polda Sulut pada 11 Agustus 2023, untuk diperiksa.

 

 

Kasat Reskrim Polres Kepulauan Sangihe, KBO Reserse Polres Kepulauan Sangihe dan Kapolsek Lapango dikabarkan diamankan dan diperiksa Paminal Polri karena permasalahan pertambangan dan penyaluran sianida, sedangkan Bripka EG dan Brigadir UP terkait penyaluran BBM bersubsidi jenis solar di lokasi PETI.

 

 

Tak hanya Kasat Reskrim Cs, Kapolres Sangihe AKBP Dhana Ananda Syahputra juga dikabarkan ikut diperiksa Paminal Polri.

 

 

Kapolda Sulut Irjen Pol Yudhiawan SIK SH MH menegaskan akan menindak tegas para pelaku usaha PETI. Hal tersebut disampaikan Kapolda, saat melakukan kunjungan kerja di Polres Kotamobagu, Jumat (26/4/2024).

 

 

“Semua pelaku PETI yang memiliki usaha pengolahan emas tak berizin seperti pemilik tromol, tong yang menggunakan sianida akan kita tindak tegas dan tidak ada tebang pilih termasuk jika ada anggota Polri yang terlibat,” kata Kapolda.

 

Langkah tersebut dilakukan untuk penyidikan lebih lanjut terkait pengungkapan tiga pembeli 10 kilogram emas diduga hasil PETI.

 

 

Penindakan tiga pembeli 10 kilogram emas diduga hasil PETI, sontak mendapat tanggapan miring dari tokoh mudah Sulut, Robby Liando.

 

 

Dia menilai, sikap Polda Sulut kurang tegas, sebab sampai saat ini para pengusaha PETI belum dijerat maupun ditertibkan. Yang ditangkap itu malah pembeli emas.

 

 

“Polda Sulut jangan tebang pilih. Kenapa hanya para pembeli emas diduga hasil PETI yang ditangkap, sedangkan mereka yang mengolah lokasi PETI tidak. Ini kan aneh. Jadi kami minta Polda Sulut untuk adil dalam melakukan penindakan,” kata Liando.

 

 

Padahal kata dia, dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.

 

 

Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.

 

 

“Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara,” sebutnya.

 

Kesimpulan pasal 161 meyakini bahwa orang yang melakukan pengolahan kemudian menjual ke pihak lain tanpa mengantongi izin lengkap, wajib dilakukan proses hukum. Bukan hanya pembeli saja yang dijerat hukum.

 

 

“PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Bahkan akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat,” tandasnya

 

 

Diketahui, tiga tersangka yang ditangkap karena diduga terlibat pembelian 10 kilogram emas dari hasil PETI, yakni perempuan LS (58), lelaki MR (35) dan RH (36).

 

Mereka ditangkap petugas Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Sulut di Bandara Sam Ratulangi Manado, Selasa 23 April 2024, sekitar pukul 12.15 Wita.

 

Robert Mantiri 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *