Saumlaki||TrensTV45.com||Kekerasan, baik fisik maupun psikis, menjadi ancaman terbesar bagi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalismenya. Intimidasi, kekerasan, penganiayaan, hingga perampasan peralatan kerja tidak hanya mengancam keselamatan wartawan, tetapi juga merupakan bentuk pembungkaman terhadap wartawan pada khususnya dan pers pada umumnya. Hal ini bisa dilihat ditahun 2022, hingga, 2024.
Jems Masela, pimpinan redaksi sala satu media lokal di Kabupaten Kepulaun Tanimbar, juga sebagai biro sala satu media asal Propinsi Maluku, yang bertugas di Bumi Duan Lolat, itu, mencontohkan, perna terjadi penganiayaan, dan perampasan alat perekam, kemudian disiram dengan air yang berbau busuk, juga ada yang dilempari telur busuk saat melintasi jalan dimalam hari, demi menjalankan tugas sebagai pemburu berita. Dikatakannya, hal semacam ini sesungguhnya merupakan pelanggaran hukum, dan tugasnya adalah pihak Kepolisian Republik Indonesia, sebagaimana tertuang dalam MOU Dewan Pers dan Mabes Polri.
Diketahui bahwa, tugas wartawan adalah mencari berita dan disampaikan kepada publik pembaca (masyarakat) agar mereka dapat menyimpulkan sebuah keadaan berdasarkan isi dari suatu pemberitaan. Selain tugas utamanya sebagai penjaga kebenaran dan penyampai informasi, juga memainkan peran dalam menyuarakan suara-suara yang tidak terdengar dan memicu perubahan sosial. Jurnalis juga harus beradaptasi dengan berbagai platform baru untuk menyampaikan informasi dengan cara menarik dan relevan, tuturnya menyikapi kejadian penganiayaan terhadap sala satu wartawan yang bertugas di Kecamatan Nirunmas, kemudian upaya menghalangi tugas wartawan pada lokasi kerja PT.ABK, jalan pelabuhan Saumlaki.
Dia menambahkan, wartawan yang juga sebagai agen perubahan sosial (agent of social change) berkewajiban melakukan perubahan perilaku sosial masyarakat menjadi lebih baik dari sebelumnya, mengharuskan dan wajib hukumnya, harus dilindungi terkait dengan faktor keamanannya sebagaimana telah disebutkan dalam undang-undang, bukan sebaliknya menjadi target pihak-pihak yang merasa diri tidak bebas melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Menyoroti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan terhadap profesi mata pena itu. Sebagai sala satu wartawan muda ini mengatakan; Indonesia sebagai negara demokrasi menjamin kemerdekaan pers.pasal 4 UU No 4 Tahun 1999, tentang pers menegaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Pers nasional tidak dikenai penyensoran, pembredelan, atau pelarangan, dasar undang-undang ini harusnya telah dipahami pihak aparat penegak hukum kepolisian, dalam menyikapi, menindaklanjuti jika terjadi hal terhadap profesi yang setiap harinya hampir terlihat disegala jiku kota, desa tempat dimana bertugas.
Olehnya, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pasal yang telah disebutkan diatas, dengan tegas memberi hak kepada pers untuk melaksanakan tugas jurnalistiknya. Sambungnya, pemberian hak itu sekaligus sebagai jaminan kepada wartawan dalam melaksanakan tugasnya tanpa ada rasa takut. Karena itu, kasus-kasus kekerasan yang terjadi berbagai bentuk, itu adalah ancaman terhadap wartawan, dalam melaksanakan tugasnya, merupakan pelanggaran hukum.
Disinggunnya pula, perlindungan hukum untuk wartawan juga dipertegas dalam pasal 8 UU No 40 tahun 1999, tentang pers. Pasal ini juga menegaskan dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum. Pertanyaan bagi aparat penegak hukum kepolisian, apakah dengan dasar UU yang telah diuraikan, telah maksimal dilakukan ? Jawabnya, masi jauh dari harapan, cetusnya.
Melindungi wartawan, adalah melindungi demokrasi, melindungi demokrasi mungkin saja itu selalu dilakukan. Namun melindungi wartawan, sudahkah ?
Dalam konteks hak asasi manusia (HAM) perlindungan terhadap wartawan menjadi bagian dari HAM yang berkaitan dengan tugas jurnalistiknya. Itu artinya perlindungan hukum terhadap wartawan hanya berlaku saat melaksanakan tugas jurnalistik. Jadi UU tentang Pers hanya menjamin wartawan terbebas dari berbagai kasus kekerasan selama yang bersangkutan melaksanakan tugas. Diluar tugas, wartawan dinilai sama dengan warga negara lainnya. Namun, bukan berarti wartawan saat tidak bertugas dapat diperlakukan semena-mena. Ini sebagai refrensi dengan dasar UU, agar bisa disikapi baik oleh pihak penegak hukum, dan kemudian khususnya bagi masyarakat.
Olehnya, sekali lagi saya berharap kepada pihak aparat penegak hukum dalam hal ini pihak Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Polres Kepulauan Tanimbar, agar seriusi setiap permasalahan yang dialami oleh wartawan dalam setiap menjalankan tugas di lapangan. Karena itu, semua bentuk kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran hukum yang pelakunya harus ditindak. Menyikapi beberapa bulan terjadinya kekerasan terhadap wartawan di Kecamatan Nirunmas, dan kemudian terhadap rekan-rekan wartawan lain yang terjadi di lokasi jalan pembangunan oleh pihak, atau oknum-oknum PT.ABK.
Sumitro