KPK Diminta Perjelas Status 3 Mantan Pejabat Kampar: Terkait Kasus Water Front City (WFC)

Merangin – TransTV45.Com ||Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk lebih transparan dan memperjelas status 3 mantan pejabat Pemerintah Kabupaten Kampar dalam perkara Kasus Pembangunan Jembatan Water Front City (WFC) Bangkinang.

” Proyek Jembatan WFC TA 2015-2016 yang menelan biaya sebesar Rp.117, 68 Miliar, tidak boleh terhenti hanya sampai 2 tersangka itu saja, ucap Ketua Umum LSM Kesatuan Pelita Bangsa (KPB) Ruslan Hutagalung.

Untuk diketahui bahwa dalam persidangan perdana kasus korupsi proyek WFC berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Kamis 25 Februari 2021, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Ferdian Adi Nugroho menyatakan, perbuatan terdakwa Adnan dan terdakwa I Ketut Suarbawa bersama-sama dengan Jefry Noer, Indra Pomi Nasution dan Firjan Taufan bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 18 ayat 4 dan 5, Pasal 19 ayat 4, Pasal 56 ayat 10, Pasal 66 ayat 3, dan Pasal 95 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dari persidangan kasus WFC itu mereka yang juga disebut-sebut menerima uang selain terdakwa Adnan Rp 394,6 juta, ada Fahrizal Efendi Rp 25 juta, Fauzi Rp100 juta, Jefry Noer sebesar Rp 110.000 dolar Amerika dan Rp 100 juta, Ramadhan 20.000 dolar Amerika, Firman Wahyudi Rp 10 juta, serta perusahaan sebesar Rp 47,646 miliar.

Jaksa dalam dakwaannya menyebut, perbuatan terdakwa Adnan, terdakwa I Ketut Suarbawa, Jefry Noer, Indra Pomi Nasution, Firzan Taufa, merugikan negara Rp 50,016 miliar.

Dari persidangan di pengadilan terungkap, Indra Pomi menerima uang dari PT Wijaya Karya (Persero) Rp100 juta.

Pada sidang lanjutan perkara korupsi Jembatan WFC yang berlangsung pertengahan April 2021, JPU menghadirkan sejumlah saksi. Di antaranya Manager Proyek Jembatan Water Front City bernama Dedi.

Dalam persidangan di pengadilan, Dedi bersaksi, Indra Pomi merupakan salah satu pejabat penerima uang. Dedi menuturkan, pemberian uang kepada Indra Pomi dilakukan pada 2016 lalu. Saat itu Dedi mengaku dihubungi yang bersangkutan, meminta uang untuk pemenuhan kebutuhannya. “Uang itu diberikan kepada ajudan Pak Indra Pomi, Rp100 juta,” kata Dedi.

Pada persidangan tersebut JPU bertanya: ini “Uang itu dari mana?”. Dedi memaparkan, dirinya melakukan peminjaman kepada Harianto selaku Kepala Mandor Jembatan Waterfront City. Hal itu lantaran uang di perusahaan tengah tidak ada.

“Saya pinjam ke Pak Harianto. Uang itu saya berikan ke Firjan Taufan di mess PT Wika, Jalan Parit Indah, Pekanbaru. Uang itu diberikan kepada ajudan Indra Pomi,” jawab Dedi.

Menurut Dedi, pemberian uang-uang itu dari proyek jembatan WFC. Dia menambahkan, selama tidak merugikan perusahaan dan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan, maka akan diberikan.

Sebelum sidang berlangsung awal-awal 2021, dalam keadaan terseret kasus WFC, pada September 2018 Indra Pomi malah hijrah dari Kampar ke Kota Pekanbaru, dengan Jabatan cukup cemerlang, yakni selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR).

pada Februari 2021, sidang perdana kasus korupsi WFC pun berlangsung. Seperti yang sudah disebutkan, pada persidangan perdana, JPU KPK menyebut, perbuatan terdakwa Adnan dan terdakwa I Ketut Suarbawa bersama-sama dengan Jefry Noer, Indra Pomi Nasution dan Firjan Taufan bertentangan dengan ketentuan hukum.

Sebelumnya Tiga mantan pejabat tinggi di Kabupaten Kampar telah dipanggil penyidik KPK terkait kasus korupsi pembangunan Jembatan Water Front City (WTC) Bangkinang, diantaranya Jefry Noer, mantan Bupati Kampar Periode tahun 2011-2016, Indra Pomi Nasution, mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan tahun 2015-2016 dan Ahmad Fikri, S.Ag, mantan Ketua DPRD Kabupaten Kampar tahun 2014.

Pemeriksaan ketiga mantan pejabat tinggi Kabupaten Kampar tahun 2011-2016 itu, dilakukan penyidik KPK di Markas Kepolisian Daerah Provinsi Riau, Jalan Jend Sudirman No.235/ Jalan Pattimura Kota Pekanbaru, Riau pada hari Kamis 21 Januari 2021.

Dijelaskan Ruslan bahwa dalam sejumlah fakta persidangan dan isi pledoi, terdakwa meminta agar pihak lain diseret dalam kasus Jembatan WFC Kampar yang ditangani komisi antirasuah tersebut.

“Jika KPK betul-betul menegakkan hukum, maka harus memenuhi keadilan dan kepastian hukum yang harus diwujudkan, siapapun yg diduga terlibat maka harus diusut,” ujarnya.

Menurut Ruslan, dugaanan-tindakan keterlibatan para pihak yang terungkap dipersidangan dan dalam amar putusan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua primer Jaksa KPK.

Mestinya KPK menindaklanjuti apalagi itu sudah menjadi fakta hukum dan penyidik harus memproses lebih lanjut, tidak boleh terhenti pada sebagian saja yang terkesan hanya ditumbalkan. Jika belum dilanjutkan keseluruhan proses hukum belum terang benderang dan belum tuntas, ini sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum. Penyidik kalau diam atau berhenti sampai disitu ini diduga tebang pilih pengusut kasus tersebut, guna menepis suara minor tersebut, maka KPK harus melanjutkan proses hukum terutama terhadap fakta persidangan, ucap Ruslan.

Sementara Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto ketika dikonfirmasi via WhatsApp menjawab bahwa secara normatif.

Semua informasi di Sidang dapat dilaporkan oleh JPU KPK kepada Pimpinan melalui mekanisme Laporan Pengembangan Penuntutan / Persidangan. Setelah itu akan ditentukan tindak lanjut dari Laporan tersebut apakah akan dilakukan Penyelidikan-penyelidikan baru atau tindakan lain.

Tores & tim**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *