Diduga Penyebar Berita Hoak Oknum Wartawan Yang Melanggar SOP dan Kode EtIk Jurnalistik Akan Di laporkan ke Dewan PERS

Transtv45.com – Surabaya || Polemik terkait dugaan pemerasan terhadap seorang sopir tangki Pertamina berinisial BT terus bergulir. Berita yang disebarkan oleh media online Media Suara Rakyat Indonesia.id, yang dalam hal ini Nicky Yudha Aretinda (YD) dan Hendra selaku pewarta menuai kecaman dari kalangan jurnalis. Pasalnya, berita tersebut diduga kuat mengandung unsur hoaks dan fitnah terhadap pimpinan redaksi media online BuserCyber.com, berinisial BS.jumat (31/01/2025)

YD dalam Berita yang diunggah , menuduh sekelompok wartawan dan LSM telah melakukan pemerasan terhadap BT. Namun, setelah dilakukan investigasi lebih mendalam oleh beberapa jurnalis independen, ditemukan bahwa BS tidak terlibat dalam peristiwa tersebut. Bahkan, berdasarkan keterangan BS, dirinya sedang berada di Malang pada saat kejadian berlangsung.

Kronologi Kejadian dan Fakta di Lapangan

Menurut keterangan yang berhasil dihimpun, peristiwa tersebut bermula dari investigasi lima wartawan terhadap dugaan penyimpangan distribusi BBM di wilayah Jl. Prapat Kurung Selatan, Kecamatan Pabean Cantikan. Kelima wartawan tersebut—BD, IW, PRY, dan TR/SJ dan CI mendokumentasikan aktivitas mencurigakan terkait pengurangan isi muatan tangki sebelum sampai ke lokasi tujuan.

Saat dikonfirmasi dengan bukti foto dan video, BT yang awalnya mengelak akhirnya mengakui perbuatannya. Untuk menghindari laporan ke pihak berwajib atau perusahaan tempatnya bekerja, BT lantas menawarkan sejumlah uang kepada para wartawan tersebut sebagai bentuk “penyelesaian damai.” Namun, kesepakatan tersebut dilanggar oleh BT, yang kemudian berbalik menyebarkan narasi bahwa dirinya diperas oleh kelompok wartawan.

Berita yang dimuat oleh YD di Media Suara Rakyat Indonesia.id memelintir fakta dengan menyebut para wartawan sebagai “gerombolan pemeras.” Hal ini memicu kemarahan insan pers yang menjunjung tinggi prinsip jurnalistik yang berlandaskan kebenaran dan keadilan.

Langkah Hukum: Laporan ke Dewan Pers dan Ranah Pidana

Menyikapi berita yang diduga hoaks dan mengandung unsur fitnah ini, BS bersama beberapa jurnalis lainnya berencana melaporkan YD ke Dewan Pers. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap pemberitaan yang tidak berdasarkan fakta harus diklarifikasi melalui mekanisme hak jawab. Namun, dalam kasus ini, YD justru menghindar dan memblokir kontak BS, yang semakin memperkuat dugaan bahwa berita tersebut memang tidak berdasar.

Selain itu, upaya hukum juga dapat ditempuh melalui jalur pidana. Penyebaran berita bohong yang mencemarkan nama baik seseorang dapat dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) jo. Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang menyebutkan bahwa:

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”

Selain itu, YD juga dapat dijerat dengan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang menyatakan:

“Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”

Dengan adanya ancaman pidana yang cukup berat, langkah hukum terhadap YD menjadi sebuah keniscayaan demi menjaga kredibilitas dunia jurnalistik.

Tanggung Jawab Jurnalistik dan Etika Pers

Dalam dunia pers, setiap berita yang diterbitkan harus melalui proses verifikasi yang ketat agar tidak menyesatkan publik. Dewan Pers sebagai lembaga independen yang mengawasi praktik jurnalistik memiliki wewenang untuk menindak media yang tidak taat pada kode etik jurnalistik.

Kasus ini menjadi preseden penting bagi dunia jurnalistik di Indonesia. Penyebaran berita hoaks oleh media yang tidak bertanggung jawab harus mendapatkan sanksi tegas agar tidak menjadi alat untuk menghancurkan reputasi seseorang.

Kesimpulan

Pemberitaan yang dilakukan oleh YD dalam Media Suara Rakyat Indonesia.id telah menciptakan opini sesat yang berpotensi merugikan pihak lain. Jika terbukti bersalah, YD bisa menghadapi konsekuensi hukum baik dari Dewan Pers maupun ranah pidana sesuai dengan UU ITE dan KUHP.

Jurnalisme yang bertanggung jawab harus menjunjung tinggi prinsip kebenaran, bukan menjadi alat untuk menyebarkan hoaks dan fitnah. Oleh karena itu, insan pers yang dirugikan dalam kasus ini akan mengawal proses hukum hingga tuntas, demi menjaga integritas profesi jurnalistik di Indonesia

mika dan team )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *