Sambas,TransTV45.com. :Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Sambas menyampaikan keprihatinan mendalam atas kembali terjadinya penangkapan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di wilayah Sarawak, Malaysia.(Rabu, 15 Oktober 2025)
Menurut pengamatan Ketua DPC SBMI Sambas, “penindakan hukum oleh pihak berwenang Malaysia selama ini tidak berjalan adil. Pekerja migran Indonesia sering menjadi sasaran razia dan penahanan, sementara majikan yang memperkerjakan mereka tanpa izin justru dibiarkan tanpa sanksi.
“Sepanjang pengamatan kami, selama ini tidak ada keadilan dalam penindakan terhadap WNI di Sarawak. Dari puluhan ribu pekerja migran yang bekerja di sana, tidak satu pun majikan yang pernah dijatuhi sanksi hukum”. Ujar Sunardi
Berdasarkan Akta Imigresen 1959/63 Malaysia, majikan yang memperkerjakan warga asing tanpa izin kerja resmi dapat dikenai sanksi pidana berat, sebagaimana diatur dalam:
– Pasal 55B(1) — Majikan yang mempekerjakan orang asing tanpa izin resmi dapat dikenai denda hingga RM50.000 (sekitar Rp175 juta) atau penjara hingga 12 bulan, atau keduanya.
– Pasal 55B(1A) — Bila majikan mempekerjakan lebih dari lima orang tanpa izin, dapat dikenai penjara maksimal lima tahun dan hukuman cambuk hingga enam kali.
Namun, dalam praktiknya, pasal-pasal ini jarang ditegakkan terhadap majikan, sementara pekerja migran justru sering menjadi pihak yang ditangkap, ditahan, bahkan dideportasi.
Melanggar MoU Penempatan dan Perlindungan Pekerja Domestik Indonesia–Malaysia 2022
SBMI menegaskan bahwa praktik pembiaran terhadap majikan yang melanggar hukum juga bertentangan dengan kesepakatan bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia.
Dalam MoU Penempatan dan Perlindungan Pekerja Domestik Indonesia di Malaysia (ditandatangani pada 1 April 2022 di Jakarta), kedua negara sepakat untuk:
1. Menjamin perlindungan hukum bagi pekerja Indonesia sesuai prinsip hak asasi manusia.
2. Menindak tegas majikan dan agen ilegal yang memperkerjakan WNI tanpa izin resmi.
3. Menjalankan sistem penempatan satu pintu (One Channel System) guna mencegah praktik perekrutan tidak sah.
Dengan demikian, kegagalan Malaysia menindak majikan yang melanggar justru menunjukkan pelanggaran terhadap komitmen internasional yang telah disepakati secara resmi.
Adapun Tuntutan dan Seruan SBMI Cabang Sambas menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Pemerintah Malaysia harus mengadili majikan yang mempekerjakan pekerja migran tanpa izin, sesuai Akta Imigresen 1959/63.
2. Pemerintah Indonesia melalui KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Kuching diminta aktif melakukan pendampingan hukum dan advokasi bagi pekerja migran Indonesia yang ditahan.
3. Kedua negara perlu menegakkan mekanisme pengawasan bersama agar praktik perekrutan ilegal dapat dihentikan secara sistematis.
“Kami tidak membenarkan pekerja tanpa dokumen, tetapi hukum harus ditegakkan secara seimbang. Bila pekerja ditangkap, maka majikan yang memperkerjakan mereka juga wajib diadili. Hanya dengan itu akan ada efek jera,” tegas Sunardi.
Konteks Sosial dan Ekonomi
Wilayah Sarawak, khususnya Kuching, Bintulu, Sibu, Sarikei dan Miri, merupakan kawasan yang banyak mempekerjakan warga Kalimantan Barat di sektor perkebunan, pertanian, dan konstruksi.
Sebagian besar berangkat karena faktor ekonomi dan terbatasnya akses kerja legal.
Kondisi tersebut sering dimanfaatkan oleh pihak majikan untuk merekrut tenaga kerja murah tanpa kontrak dan tanpa perlindungan hukum.
SBMI Sambas menyerukan agar kedua negara menegakkan prinsip keadilan dan kesetaraan hukum, tidak hanya menindak pekerja, tetapi juga memproses hukum majikan yang melanggar.
“Selama majikan tidak pernah diadili, eksploitasi akan terus terjadi,Kami mendorong pemerintah Indonesia dan Malaysia memperkuat perlindungan pekerja lintas batas demi harkat dan martabat manusia”.tutup Sunardi
Mulyono