Manado Sulut /Sulut- TransTV45.Com|| tgl 11 Desember 2025. Kelanjutan sidang dengan perkara No.327/Pid.B./2025/PN Manado kembali digelar dengan agenda pemeriksaan,dan mendengar keterangan saksi Ahli,yang dihadirkan oleh Jaksa penuntut umum (JPU ).Keterangan Ahli yang dihadirkan sesuai berita acara pemeriksaan BAP, lebih khusus terkait pada penerapan pasal 167 KUHP,yang menjadi dasar dakwaan terhadap para terdakwa.
Saat persidangan siang dinihari ,kuasa Hukum terdakwa Noch Sambouw SH.MH.menyoroti pendapat dan penjelasan Ahli,yang dinilai tidak fokus pada unsur unsur pasal 167 KUHP.
Menurut Kuasa Hukum ,pasal tersebut secara tegas menyebutkan obyek pidana berupa rumah, ruangan,atau pekarangan tertutup. Sementara .padahal obyek sengketa dalam perkara ini adalah ; kebun,yang menurut kuasa Hukum, tidak termasuk dalam kategori pasal yang dimaksud.
Dalam sidang perkara ini kuasa Hukum Noch Sambouw SH MH. juga mempertanyakan istilah Pagar Yuridis ” yang digunakan ahli dalam keterangannya.Ahli mengatakan bahwa : pagar yuridis merujuk pada batas batas,yang tercantum dalam sertifikat tanah.Namun Kuasa Hukum terdakwa menilai istilah tersebut tidak relevan.karena pihak Badan Pertanahan Nasional ( BPN) sendiri disebut tidak mengetahui batas batas detail dari obyek tanah yang diperkarakan.
Ketika dalam sidang kuasa Hukum menyinggung riwayat perkara tahun 1999, yang perna menyeret terdakwa Jemmy Wijaya beserta sejumlah warga.Dalam perkara sebelumnya tersebut, terdakwa diputus bebas kerena unsur unsur dakwaan tidak terpenuhi.ironisnya Jaksa penuntut umum ( JPU ) kemudian menggantikan masalah itu dengan perkara tahun2019, dan menyebut para terdakwa sebagai Residivis, namun hal ini sekali lagi dibantah oleh kuasa Hukum.
Terkait perdebatan yang alot ,Ahli menyatakan bahwa penilaian terhadap putusan putusan tersebut, merupakan rana Majelis Hakim.Meskipun demikian Kuasa Hukum berpendapat bahwa : perkara dengan obyek,asas,dan unsur yang sama,tidak dapat diadili kembali apabila sebelumnya telah dinyatakan bebas secara Hukum.
Adanya isu lain yang mengemuka yaitu soal kedaluarsa tindak pidana. Berdasar pada pasal 78 dan 79 KUHP, tindak pidana dengan ancaman hukuman dibawa tiga tahun, memiliki masa daluarsa enam tahun.Kuasa Hukum juga mengatakan bahwa laporan pelapor pada Tahun 2024, tidak lagi memenuhi ketentuan tersebut karena perbuatan yang dituduhkan disebut terjadi pada tahun 2017, atau sudah lebih dari tujuh tahun berlalu.
Noch Sambouw dalam hal ini menilai, kondisi tersebut seharusnya membuat perkara ini tidak dapat dilanjutkan oleh penyidik, maupun penuntut umum.Mereka menyebutkan perkara telah melewati batas waktu penuntutan,sehingga seharusnya dinyatakan kedaluarsa sesuai ketentuan KUHP .
Kuasa Hukum juga menyoroti dan mempertanyakan prosedur pemanggilan terhadap saksi pelapor,yaitu Jimmy Wijaya, dan Raisa Wijaya.Kerena faktanya sejumlah surat panggilan dikirim bukan kepada yang bersangkutan secara langsung,melainkan dialamatkan kepada Polda. Dan dari prosedur pemanggilan ini, Kuasa Hukum menilai prosedur tersebut, berpotensi ketidak hadiran saksi, karena surat panggilan tersebut tidak sampai pada pihak yang dipanggil.ini sangat tidak relevan karena seharusnya surat panggilan dialamatkan pada yang bersangkutan baik sebagai saksi maupun saksi Ahli.
( MR.)





