Oleh : Jon Kadis, S.H., Sekjen KLC & Mantan Ketua PMKRI Bali
LABUAN BAJO||TRANSTV45.com- Kebanyakan kita di Flores ini adalah didikan para Romo. Romo-romo itu berada di bawah satu payung besar, yang bernama Hirarki, yang ujung-ujungnya the top sebagai primus interpares adalah Paus di Vatikan. Gereja exist for all. JPIC berada di bawah satu payung dunia internasional ini. Independen ya independen, tapi jangan keluar dari payungnya itu. Sebagai umat Katolik, saya juga berada di sini dan punya sense of belonging pada JPIC dan payung besar itu.
Hirarki ini bahkan melampaui dunia, yaitu tersambung ke surga. Jangan lupa itu. Ketika ada kasus berbau pidana yg berada dalam proses hukum acara di dunia ini, itu adalah ruangnya para Advokat dan Petugas Penegak Hukum sebagai lembaga atau person in special case. Janganlah Romo menebar dugaan-dugaan yang menjurus Anda paling benar dan Penegak hukum lapangan salah, apalagi kesimpulan menjurus ke fitnahan pribadi sebagai argumentum ad hominum. Ini kami lihat pada kasus Golo Mori di Kabupaten Manggarai Barat kawasan ekonomi khusus destinasi pariwisata super premium.
Untuk hal-hal praktis dalam hukum acara, Romo bukan jagonya, tapi para penegak hukum & para Advokat in the special case.
Ruang publik memang tempat untuk bebas bicara, siapa saja, kadang ngalor ngidul tanpa ujung. Tapi tidak bebas mutlak lho!
Sebagai ilustrasi, saya narasikan sebagai berikut:
Jangan biasakan kita awam ini mencari perlindungan hukum acara pidana kepada lembaga agama jika terlibat menjadi tersangka pidana, karena lembaga agama hanya memberikan solusi “bertobatlah agar bisa masuk surga”.
Dengan kata sebaliknya: janganlah lembaga agama mengurusi tersangka pidana, karena hal tersebut wewenang Lembaga Peradilan yang memberikan solusi hukum yang setimpal dengan perbuatannya, “hai terdakwa, pakailah baju narapidana, ratap tangis dan kertak gigilah kau dalam bui”. Atau, “bebaslah kau, karena kau mau berdamai secara kekeluargaan sebagai manusia Pancasila”.
Yang melakukan penyimpangan itu dan ngotot melakukannya adalah para insan yang tidak tahu hukum pidana, dengan memakai topeng agama dalam NKRI yang berfalsafah Pancasila, alias gerakan atau spirit orang yang anti Pancasila.
Ingatlah rambu2 kebenaran ini sebagaimana tertulis dalam satu buku suci, “Berikan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah, berikan kepada Kaisar apa yg menjadi hak Kaisar”. Artinya, biarkan segala urusan dunia kepada orang dunia (baca: awam, para petugas), biarkan urusan agamawan untuk hal yang berhubungan dengan ruang khususnya. Intinya, tahu dirilah.
Untuk kasus Golo Mori, kami minta para Romo berdoa bagi semua. Kalaupun ada pernyataan pendapat, maka berpendapatlah secara general untuk semua, dengan norma-norma umum yang berlaku bagi semua. Kami di publik juga begitu koq, berdoa, agar hukum ditegakkan dalam proses acara pidana ini.
Rupanya oknum Romo di JPIC Ruteng tahun ini adalah produk masa Orba yang sakit trauma melihat Pemerintah sebagai oknum kotor & otoriter. Lupa bahwa sekarang zaman reformasi, semua tindakan Petugas Negara berdasarkan hukum, hukum yang telah disepakati seluruh rakyat melalui wakilnya di DPR, wakil kita semua. Kalau oknum Romo ini tidak menyadari perubahan, ganti saja, cari Romo yang religious, yang mengikuti tanda-tanda perubahan zaman, yang berwawasan luas di dunia dalam satu kesatuan Payung Hirarki yang tersambung ke surga. World Change for all mankind.
Salam hormat. Oremus, Dominus vobiscum, et cum spiritu tuo, ut terra pax hominibus. *(Red)