Saverinus S.Fil : Profesi Guru dan Etos Keteladanan, “Perspektif Refleksi Menyonsong Hari Guru”

Breaking News429 Dilihat
Saverinus S.Fil, Pegiat Literasi. (Foto : Isth)

Ruteng,TransTV45.Com| Berbicara tentang guru atau pendidik sepertinya tidak pernah berakhir. Guru sebagai pendidik adalah salah unsur strategis yang amat penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Pada peringatan Hari Guru ini, saya mencoba untuk berefleksi dengan titik star dari guru itu sendiri, profesi guru sebagai panggilan dan spiritualitas guru yang terangkum dalam satu frasa pendek yakni “Profesi Guru dan Etos Keteladanan”.

Tema ini sangat inspiratif dan menggugah hati dan pikiran saya sebagai insan pendidik. Bagi saya dan barangkali anda yang bergelut di dunia pendidikan berbiacara profesi guru dan etos keteladanan merupakan sesuatu yang senantiasa masuk dalam ruang dialektika publik. Betapa tidak, guru adalah insan yang fenomenal yang menarik untuk diulas dari beragam sudut pandang sehingga menjadi pribadi yang ideal di mata masyarakat dan para peserta didik di sekolah tempatnya bekerja. Dan sampai saat ini publik masih menaruh harapan dan kepercayaan besar kepada guru karena mereka tetap menjadi role model yang patut ditiru, diteladani walau harus berhadapan dengan tantang arus zaman globalisasi yang kerap mengancam etos guru. Dan di tengah zaman yang serba modern dan maju ini, etos keteladanan tetap dibutuhkan dan bahkan harus dimiliki oleh setiap tenaga pendidik. Tututan etos keteladanan guru terutama dan pertama untuk membantu peserta didik dalam usaha mencari-cari bentuk kepribadian dan jati dirinya (postulare).

Pecarian bentuk jati diri peserta didik hendaknya dibantu dan diarahkan ke jalan yang benar. Pada tataran ini para peserta didik tentu mengidam-idamkan sosok pribadi guru yang dapat dipercaya dan bisa menolong mengentas keterbatasan-keterbatasan mereka bukan sosok pribadi guru yang penuh dengan propaganda-propaganda kosong.

Maka dari itu, harus diakui bahwa masing-masing insan pendidik telah menjadi role model dan masing-masing peserta didik telah mengidentifikasi dirinya dengan sosok pribadi guru tertentu. Hal ini tentu mejadi harapan kita semua bahwa dalam peringatan hari guru ini akan lahir pribadi-pribadi guru yang unggul, memiliki semangat melayani dan dijiwai oleh semangat lemah lembut Santo Arnoldus Janssen. Semakin banyak insan pendidik yang memiliki etos keteladanan maka semakin kecil ruang bagi para guru untuk bersantai-santai dan merasa puas pada keadaannya sendiri. Harapan ini tentu berbanding lurus dengan profesi guru yang profesional di abad ke 21.

Guru profesional abad ke 21 adalah guru yang terampil dalam pengajaran, mampu membangun dan mengembangkan hubungan antara guru dan sekolah dengan komunitas yang lebih luas, dan seorang pembelajar sekaligus agen perubahan di sekolah (Hargreaves, 1997,2000). Hal ini didorong oleh empat kekuatan besar yang saling terkait yaitu kemajuan ilmu pengetahuan, perubahan demograsi, globalisasi dan lingkungan.

Sejarah Singkat Profesi Guru
Sejarah perkembangan guru di Indonesia, guru-guru diangkat dari orang-orang yang tidak berlatarbelakang khusus spserti pendidikan guru. Mereka sengaja diangkat untuk memangku jabatan keguruan dan ditambah dengan mereka yang lulus dari sekolah guru (kweek school) yang pertama kali didirikan di Solo pada tahun 1852. Seiring perkembangan, pada tahun 1912 berdiri organisasi perjuangan guru-guru pribumi dengan nama persatuan Guru Hindia Belanda PGI-IB. Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari pada guru bantu, guru desa, kepala sekolah dan penilik sekolah. Dengan latarbelakang pendidikan guru yang berbeda-beda mereka bertugas di sekolah desa dan sekolah rakyat.

Sejalan dengan perkembangan itu pula selain PGI-IB berkembang pula organisasi guru bantu antara lain Persatuan Guru Bantu, Peserikatan Guru Desa, Persatuan Guru Ambachtschool, Perserikatan Normalschool, Hagere Kweekschool Bond disamping guru yang bercorak keagaman seperti Chirsteljke Onderwijs Vereneging, Katolieke Oriderwijsbond, Vereneging van Muloleerkrachten, dan Nenderlands Bidische Onderwijs Genootschap yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan agama yang dianutnya.
Karena mendesak oleh kebutuhan guru maka pemerintah Hindia Belanda mengangkat guru-guru walau jabatan guru bukan jabatan profesional penuh. Dalam catatan sejarah itu, maka pernah tercatat dalam sejarah kalau jabatan guru merupakan jataban tertinggi di masyarakat dan mempunyai wibawah tinggi dan dianggap sebagai orang yang serba tahu.

Karena kedudukannya yang sangat tinggi maka guru selain sebagai subyek pendidik dan pengajar di kelas tetapi juga menjadi subyek yang siap memecahkan masalah pribadi dan masalah sosial kemasyarakatan. Namun status dan jabatan profesionalisme guru yang mentereng itu perlahan-lahan memudar seiring perkembangan zaman. Guru mulai termakan dan tergiur oleh kebutuhan dan keperluan yang meningkat membutuhkan imbalan jasa. Rupanya keadaan ini terus berkembang samapai pada zaman Jepang masuk di Indonesia dan di tahun-tahun awal perang kemerdekaan. Secara perlahan tapi pasti, profesi guru merubah wajahnya dengan adanya peningkatan kualifikasi dengan hadirnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Dan pada tahun 2005, pengakuan yuridis bahwa profesi guru dan dosen merupakan suatu jabatan profesi.

Siapakah guru itu?
Secara etimologi kata guru berasal dari bahasa sanskerta dari dua suku kata yaitu Gu artinya darkness dan Ru artinya light. Sangat menarik ternyata kata Guru tersusun dari dua suku kata yang bermakna berlawanan yaitu gelap versus terang, bercahaya, bersinar, kemuraman versus keceriaan, kemahardikaan. Secara hurufiah guru/pendidik adalah orang yang menunjukkan “cahaya terang” atau pengetahuan dan memusnakan kebodohan atau kegelapan. Dalam pengertian yang lebih sederhana, guru adalah pendidik dan pengajar, tetapi kia tahu tidak semua pendidik adalah guru sebab guru adalah sebuah jabatan profesional.

Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru untuk membawa terang supaya terang itu bersinar dan memusnahkan kebodohan dan kegelapan. Dengan terang dan cahaya yang bersinar itu, guru mampu melaksanakan tindakan pendidikan dalam suatu situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan atau seorang dewasa jujur, sehat jasmani dan rohani, susila, ahli, terampil, terbuka, adil dan penuh kasih sayang.

Guru adalah subyek penting dalam keberlangsungan pendidikan. Tanpa guru sulit dibayangkan bagaimana pendidikan bisa berjalan. Bahkan meskipun ada teori yang mengatakan bahwa keberadaan orang atau manusia sebagai guru berpotensi menghambat perkembangan peserta didik, tetapi keberadaan orang sebagai guru tetap tidak mungkin dinafikkan sama sekali dari proses pendidikan. Dan secara institusional, guru memegang peranan yang cukup penting, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Guru merupakan salah satu komponen penting dalam proses belajar mengajar. Guru ikut berperan serta dalam usaha membentuk sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.

Profesi guru sebagai panggilan hidup
Profesi berasal dari kata profession berasal dari kata pro dan ferre yang berarti ditaruh di depan atau dibawah ke depan. Itu berarti diakui, diterima. Profesi juga dapat diartikan pekerjaan, jabatan atau status yang membuat seseorang dikenal oleh sesamanya. Profesi yang dimaksudkan ialah setiap pekerjaan yang dapat menghasilkan sesuatu untuk kebutuhan hidup seseorang.
Namun jika dihubungkan dengan profesi guru sebagai panggilan, maka yang terjadi adalah profesi guru harus dihayati sedemikian rupa, dijalankan dengan penuh pengabdian dan prestasi serta mengalahkan godaan-godaan lain yang secara materi lebih menjanjikan. Seorang guru harus mau berpikir bagaimana membangun dan mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan siap ditempatkan dimana saja. Selaras dengan tujuan nasional pendidikan kita yang termaktub dalam undang-undang no 20 Tahun 2003 menegaskan; bahwa pangilan sebagai guru merupakan panggilan yang digerakkan oleh Allah sendiri yang ditujukkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangkat mencerdaskan kehidupan berbangsa serta mengembangkan potensi peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan patuh kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri. Karena itu panggilan menjadi guru juga merupakan panggilan yang amat luhur untuk membantu para peserta didik keluar dari keterbatasan-keterbatasan mereka menjadi cerdas, beriman dan berintegritas. Serta membantu mereka mengetahui hal-hal yang baik yang tidak baik untuk mengambil keputusan yang tepat.

Spiritualitas guru yang tinggi akan memberikan kesadaran bahwa kemajuan bangsa dan negara tergantung pada generasi muda yang dididik. Karena itu, seorang guru harus tetap melakukan pembatinan (menginternalisasi) semangat melayani, membantu, dan berbagai pengetahuan, kekayaan pikiran, dan hati mereka kepada peserta didik yang menjadi subyek pelayanannya.

Guru yang melakukan tugas mengajar dengan hati dapat dijabarkan sebagai sebuah keadaan, dimana guru melakukan kegiatan baik dari sisi perencanaan, pengembangan pembelajaran maupun penilaian harus berlandanskan pada objektivitas. Panggilan profesi guru dapat kita temukan dalam Kitab Suci dimana menjadi tolak ukur bagi setiap orang dalam menjalankan tugas pendidikan dan pengajaran baik dilingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolah formal. Misalnya, Kitab Suci Perjanjian Lama sangat menekankan pentingnya pendidikan dan pengajaran, hal itu haruslah menjadi acuan bagi pendidikan saat ini.

Guru adalah salah satu unsur penting yang harus ada dalam pendidikan. Hal ini karena guru adalah salah satu tumpuan bagi jemaah dan negara dalam hal pendidikan. Dengan adanya guru yang profesional dan berkualitas maka akan mencetak peserta didik yang berkualitas pula. Lalu, siapakah guru itu? Guru merupakan seorang pengajar, pendidik, pembimbing, pembaharuan dan pembangunan masyarakat serta panutan bagi murid-muridnya. Untuk menjadi seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik dan memenuhi kriteria menjadi guru profesional.

Seorang guru harus memiliki sikap memanusiakan manusia supaya bisa menjadi manusia sejati, dalam arti sebagai guru juga sebagai makhluk sosial yang dapat memahami permasalahan sosial kemanusiaan yang banyak terjadi di negara manapun.

Oleh karena itu profesi guru merupakan panggilan untuk membebaskan manusia dari kebodohan. Untuk menghasilkan manusia yang kreatif, mandiri, dan memiliki jati diri.

Spiritualitas guru
Kata spirit berasal dari bahasa Perancis spirit yang berasal dari bahasa Latin spiritus. Artinya ‘jiwa, keberanian, semangat, napas’. Menurut Nico Syukur spiritualitas adalah kesadaran diri seseorang tentang asal dan tujuan hidupnya. Hans Urs von Balthasar menjelaskan spiritualitas sebagai sikap dasar praktis atau eksistensial manusia yang merupakan ekspresi dari cara ia mengerti eksistensi keagamaannya. Secara sederhana spiritualitas itu merupakan sikap dasar manusia yang dibentuk oleh sistem nilai imannya dan itu meliputi hidup batin serta tingkah laku.

Lalu spiritualitas guru itu apa? Secara sederhana spiritualitas guru dapat dijelaskan sebagai kesadaran, keyakinan mendalam dalam diri kita sebagai seorang guru, yang memberikan semangat dan mendasari tindakan kita dalam mendidik siswa. Dengan kata lain spiritualitas guru merupakan semangat dasar yang menyemangati, menghidupkan dan mendorong seseorang guru melaksanakan tugas keguruan dengan tanggung jawab dan gembira.

Seorang guru yang spiritualitas tinggi akan menjalankan tugasnya dengan gembira, tanggungjawab dan profesional. Dia akan mendidik siswa secara sungguh-sungguh, gembira, bersemangat, mencitai anak didik dan rela berkoban bagi kepentingan anak didik. Guru yang berspiritualitas tinggi akan memabngun relasi yang dekat dengan siswa. Ia mengenal anak didik, membangun dialog dengan anak didik, saling menghargai dan relasinya akrab.

Guru yang memiliki spiritualitas tinggi juga akan menjalankan tugasnya secara profesional. Dengan gembira mengembangkan kemampuan profesionalnya, keterampilan pedagogis, kemampuan sosial dan personalnya. Dalam pembelajaran guru akan dengan gembira mencari dan mengusahakan meodel-model pembelajaran yang menarik siswa, sehingga siswa senang belajar dan berkembang.
Harus disadari juga bahwa spiritualitas tidak terbentuk secara instan. Tetapi harus harus terus menerus dikembangkan sehingga semakin mendalam dan mengakar serta berbuah dalam pelayanannya.

Beberapa cara mengembangkan spiritualitas guru antara lain: Pertama; guru harus menyadari tugasnya sebagai guru adalah merupakan panggilan hidupnya yang dianugerahkan Tuhan. Tugas sebagai guru bukan hanya tugas karena pilihannya menjadi guru tetapi tugas luhur yang diembankan kepadanya untuk ikut berpartisipasi mencerdaskan generasi muda bangsa. Semakin seorang guru menyadari hal ini semakin kita akan dengan gembira melakukan tugas mendidik. Kedua, guru diajak untuk menekuni ajaran agama masing-masing terkait dengan tugas panggilan sebagai guru. Setiap agama tentu mengajarkan kepada kita untuk menjadi pendidik yang beriman dan senantiasa berdoa memohon kepada Tuhan agar diberikan karunia semangat yang besar dalam mendidik anak didik.

Ketiga, guru perlu menyadari sumbangannya bagi pendidikan siswa, sekecil apapun, sangat berguna bagi kemajuan anak didik untuk berkembang menjadi manusia yang utuh. Keempat, guru juga perlu belajar dari para pendidik Indonesia yang hebat-hebat yang dapat memberikan inspirasi dan semangat seperti Ki Hajar Dewantara dan para pendidik lain yang rela berjuang demi kemajuan bangsa dan negara.

Penulis adalah Guru di SMA Katolik Setia Bakti Ruteng. *(NTT/RED)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *