Borong-TransTV45.com| Kisah pilu dari seorang putri kecil, bernama Maria Aprilia Ketrinia Yendiru (8), asal dari desa Golo Kantar Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai timur.
Ketrin, begitu ia disapa. Putri kecil yang berkelahiran jawang, 1 April 2013 itu mengalami cacat sejak lahir, yaitu lumpuh total dan tak bisa bicara. Tak bisa bicara, dan tak bisa berjalan adalah hal yang membuatnya harus berada didalam rumah sepanjang hari.
Keberadaan Ketrinia yang serba kekurangan itu, mengharuskan kedua orang tuanya harus lebih banyak membuang waktu untuk merawatnya. Ketrinia tinggal dan dirawat oleh kedua kakek neneknya. Walau di suatu sisi kakek nenek Ketrinia harus bekerja untuk mencari nafka untuk menghidupi keluarga.
Dikisahkan Kakeknya, Petrus Iru(64) saat ditemui media ini di kediamannya (20/02), Ketrinia , cucunya mengalami cacat sejak lahir. Sejak berumur setahun, Ketrin hidup dan tinggal bersama kedua kakek neneknya.
“Pada saat itu orang tua Ketrinia merantau dan bekerja di Bali. Karena mereka bekerja disana. Cucu kami tinggal bersama kami hingga sekarang,” ungkap Kakek Ketrinia, Petrus.
Tak lama kemudian, Kisan Petrus, kedua orang tua Ketrinia lebih memilih untuk hidup masing masing, yakni pisah ranjang. Lebih lanjut ia mengisahan, setelah lama kemudian, di tanah rantau (Bali), kedua orang tuanya merintis keluarga baru, masing -masing.
Bagi Petrus, merawat cucunya yang memiliki keterbatasan fisik merupakan sesuatu tantangan yang baginya sebuah berkat. Sehingga, tak ada kata menyerah dan putus asa, ujarnya.
Untuk diketahui, terpantau media ini, Petrus, Kakek ketrin bersama Katarina Ida, istrinya adalah pasutri yang kerap menghabiskan waktunya dengan berkebun.
” Kami, terkadang bagi waktu. Bekerja untuk menafkahi keluarga dan ongkos sekolah anak anak, dan suatu sisi harus menjaga putri kecil kami, Ketrinia,” tukasnya.
Hingga saat ini, selama setahun terakhir, Ketrinia belum tersentuh bantuan dari pihak manapun. Dari derita yang dialaminya, tampaknya hati kecilnya sedang membutuhkan tumpangan kasih sayang melalui tangan tangan yang Tuhan percayakan.
“Kami senang kalau dia ada kursi roda. Namun, kami belum bisa membelinya, karena keterbatasan dana,” tutup Petrus. *(RED)