SK Bupati Edi Endi, Nomor 201 Tahun 2022 Inkonstitusional dan Tidak Rasional

Breaking News599 Dilihat
Oleh : Muhamad Tony., S.H. Advokat di Komodo Lawyersclab dan Ketua Komisi Hukum & HAM di
Komite Nasinal Pemuda Indonesaia (KNPI) Kabupaten Manggarai Barat. (Foto : Isth)

LABUAN BAJO-TRANSTV45.COM| Sejak satu bulan terakhir ini masyarakat Bumi Manggarai Barat khususnya masyarakat di 6 Desa dan 1 Kelurahan wilayah kecamatan Komodo “dicengangkan” karena ada kado dari Bupati Manggarai Barat (Edi Endi) berupa Surat Keputusan Bupati Manggarai Barat No : 201/KEP/HK/2022 Tentang Penetapan Klasifikasi dan Besar Nilai Jual Objek Pajak di 6 Desa dan 1 Kelurahan diwilayah kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat”.

Sejak Surat Keputusan (SK) Bupati Manggarai Barat No : 201/KEP/HK/2022 Tentang Penetapan Klasifikasi dan Besar Nilai Jual Objek Pajak di 6 Desa dan 1 Kelurahan diwilayah kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat tersebut dimaksud dilembar daerahkan, serontak penolakanpun terjadi dimana-mana. Ada yang melakukan penolakan melalui pertemuan lintas tokoh, pertemuan dan dialog lintas organisasi, maupun Rapat Dengar Pendapat (RDP) melalui Lembaga perwakilan di DPRD Kabupaten Manggarai Barat.

Sebagai warga Negara yang baik tentu kita sadari bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh setiap warga negara yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak. Kewajiban membayar pajak sendiri tercantum dalam pasal 23 A UUD 1945 yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.

Dengan begitu maka pertanyaan selanjutnya “apakah Surat Keputusan Bupati Manggarai Barat No : 201/KEP/ HK/2022 yang sekarang menjadi kotroversial dimasyarakat Manggarai Barat sudah sesuai dengan amanat Konstitusi kita, dan atau sebaliknya malah melanggar kepatutan dan tidak berdasar hukum” ?
Dari sisi hukum saya menilai bahwa Keputusan yang diambil oleh Bupati Manggarai Barat cendrung menyalahgunakan wewenang dan jabatan yang dimilikinya saat ini (Abuse of power ), karena saya anggap cenderung mengutamakan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya tanpa mempertimbangkan aspek kepentingan masyarakat umum yang berdampak langsung atas kebijakan kenaikan pajak yang tidak wajar dan irasional tersebut dimaksud.

Keputusan yang diambil Bupati Manggarai Barat saya menilai tidak mencerminkan system pemerintahan yang baik sebagai bentuk Negara Hukum, karena keputusanya mencedrai asas-asas hukum “lex superior derogate legi inferiori” yaitu ada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tidak dijadikan sebagai dasar konsideran dalam membuat peratuan dan dalam hal ini adalah Surat Keputusan Bupati Manggarai Barat No : 201/KEP/HK/2022 Tentang Penetapan Klasifikasi dan Besar Nilai Jual Objek Pajak di 6 Desa tersebut dimaksud. Maka dengan begitu bisa dipastikan Surat Putusan Bupati tersebut dimaksud cacat formil dan atau inkonstitusional.

Bupati Manggarai barat tidak memperhatikan dan mempertimangan beberpa amanat undang-undang, diantarabya yaitu :

a. Undang-undang 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang kemudian terakhir dirubah dengan undang-undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,

b. Undang-undang 33 Tahun 2004 Tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

c. Undang-undang No I Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam pasal 40 ayat (5 )dan ayat (7 ) UU No I Tahun 2022 dijelaskan tentang mekanisme perhitungan NJOP yang digunakan untuk PBB-P2 yaitu paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (serratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.

Dengan mengacu pada pasal 40 ayat (5) dan ayat (7), Pasal 188, dan Pasal 189 ayat (1) dan ayat (2) UU No I Tahun 2022 jelas menagamanatkan yang pada pokoknya bahwa “ Semua Peraturan Kepala Daerah Kota/Kabupaten di seluruh Indonesia tidak boleh lagi menetapkan Kenaikan NJOP paling tinggi melebihi 100% dan jika itu ada maka tidak bisa diberlakukan karena jelas bertentangan dengan Undang-undang No I tahun 2022” (Inkonstitusional).

Dengan begitu maka mestinya tidak ada alasan bagi Bupati Manggarai Barat untuk tetap memberlakukan Surat Keputusan Bupati Manggarai Barat No : 201/KEP/HK/2022 Tentang Penetapan Klasifikasi dan Besar Nilai Jual Objek Pajak di 6 Desa tersebut dimaksud dan harus segera dicabut. Apalagi Surat Keputusan tersebut secara tegas mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat dan khusus untuk ke 6 Desa dan 1 Kelurahan yang berdampak langsung dari kebijakan tersebut.

Apabilah Pemerintah Manggarai Barat (Bupati Edi Endi) tetap melakukan pemungutan dan penerimaan pajak berdasarka Surat Keputusan N0 201 Tahun 2022 dimaksud, maka dari sisi hukum itu bisa dianggap tindakan perampokan terhadap hak masyarakat Manggarai Barat, sebab itu dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat tanpa dasar hukum yang jelas ( taxation without representation is robbry). (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *