Labuan Bajo-TransTV45.com| Demokratisasi di Indonesia sebagai upaya melawan rezim otoriter-militeristik orde baru tidak terlepas dari peranan berbagai elemen rakyat.
Peranan pekerja media (wartawan/jurnalis) sebagai bagian dari komponen rakyat, mengambil peran cukup signifikan menghadirkan reformasi sebagai konsekuensi logis tuntutan rakyat untuk beralih dari bingkai otoriter-militeristik menuju demokrasi.
Peristiwa penghalangan (melarang) kerja jurnalistik oleh aparat kepolisian kepada seorang wartawan bahkan mengancam meminta anggotanya menyita handphone ketika tidak mengindahkan perintahnya, merupakan wujud kemunduran demokrasi.
Dalam peristiwa yang terekam dalam video viral tersebut seperti dilansir dari POS-KUPANG.COM, memperlihatkan oknum yang diduga polisi berpakaian sipil dan berkalung lambang polisi melarang wartawan untuk merekam jalannya rekonstruksi kematian Astri dan Lael di Penkase, Selasa 21 Desember 2021.
Oknum yang diduga polisi tersebut bahkan mengancam akan menyita handphone jika masih terus merekam jalannya rekonstruksi tersebut.
“Jangan merekam e, kamu siapa? Darimana?,” tanya oknum tersebut.
“Pos Kupang,” jawab wartawan Pos Kupang.
”Jangan merekam, tidak ada yang rekam-rekam ya, anggota dicek kalau rekam handphone ambil,” ujar oknum Anggota tersebut.
Pers yang digadang sebagai pilar keempat demokrasi, setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif, sejatinya tidak tergambar dalam perilaku aparat kepolisian tersebut.
Sebagai profesi dengan payung hukum Undand-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, aparat kepolisian tersebut telah melakukan pelanggaran atas konstitusi.
Sebab, seperti yang diamanatkan pasal 4 UU Pers menyebutkan;
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Turunan dari kebijakan tersebut dipertegas pada pada Pasal 18 yang menyebutkan;
1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan sesuai ketentuan pasal 4 ayat 2 dan 3, dipidana dengan pidana penjara paling lambat 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta.
Mendalami lebih jauh pers dan kepolisian dalam konteks bekerja untuk publik, tindakan inkonstitusional aparat tersebut juga tidak sejalan dengan spirit Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Wewenang Profesi Wartawan.
Dalam nota kesepahaman itu, aparat kepolisian secara jelas mengingkari kesepakatan bersama, di mana disepakati bersama bahwa dewan pers dan polri sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan, ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Atas dasar tersebut, kami yang tergabung dalam Sahabat Pena Manggarai menyatakan sikap:
Tuntutan Sahabat Pena Manggarai Barat atas peristiwa penghalangan kerja pers oleh aparat kepolisian yang dialami oleh rekan wartawan di Kupang saat meliput rekonstruksi kasus pembunuhan ibu dan anak di Kupang, Selasa 21 Desember 2021.
Koordinator, Sello Jome. *(NTT/RED)