Warga Wasolangka Tolak Perusahaan Sawit dan Laporkan Mafia Tanah ke Polda Sultra

Berita, Daerah272 Dilihat

Muna Sulawesi Tenggara —TransTv45.com||Konflik agraria di Kelurahan Wasolangka, Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna, kian memanas setelah warga resmi melaporkan dugaan mafia tanah ke Polda Sulawesi Tenggara.

Laporan tersebut terkait dugaan penyerobotan dan penjualan lahan masyarakat yang diduga melibatkan oknum penjual tanah, Kepala Lurah, hingga aktivitas perusahaan perkebunan sawit PT. Krida Agri Sawita (KAS).

Ketegangan memuncak setelah FORKOM (Forum Komunikasi) Tapal Batas Kelurahan Wasolangka mengeluarkan pernyataan sikap yang menuntut aparat menindak tegas para pelaku penjualan lahan tanpa izin, serta meminta penangkapan Kepala Lurah Wasolangka karena diduga menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) tanpa sepengetahuan pemilik sah.

Warga juga menolak operasi PT. KAS yang dinilai telah melakukan verifikasi lahan dan menetapkan “zona merah” tanpa persetujuan pemilik tanah. Perusahaan ini disorot karena diduga membeli lahan warga dengan harga sangat rendah, hanya Rp1.000 per meter persegi.

“Kami tidak terima lahan keluarga dijual tanpa seizin kami. Pemerintah dan kepolisian harus turun tangan,” tegas salah satu warga Wasolangka.

Ketegangan semakin menguat setelah seorang korban melalui kuasa hukumnya, La Uli, resmi membuat laporan polisi di SPKT Polda Sultra pada 13 November 2025 pukul 14.48 WITA.

Laporan bernomor STTLP/B/451/XI/2025/SPKT/POLDA SULTRA tersebut memuat dugaan tindak pidana penyerobotan tanah sesuai Pasal 167 dan Pasal 385 KUHP.

Dalam laporan itu, pihak terlapor adalah ALW, S.Si, bersama beberapa nama lain yang diduga menjual tanah masyarakat tanpa izin pemilik sah. Disebutkan bahwa korban memiliki lahan di Kelurahan Wasolangka berdasarkan beberapa Sertifikat Hak Milik, namun belakangan mengetahui bahwa tanahnya telah ditelusuri, ditandai, dan diduga dijual oleh terlapor kepada pihak perusahaan.

Korban menyatakan tidak pernah memberikan persetujuan untuk menjual tanah tersebut. Dalam laporan juga disebutkan adanya 4 bidang tanah dengan total luas mencapai 72 are yang diduga telah dijual tanpa izin.

FORKOM Wasolangka menilai Kepala Lurah telah menyalahgunakan kewenangan dengan menerbitkan SKT tanah masyarakat secara sepihak. Dokumen yang dikeluarkan tanpa kehadiran pemilik sah itu diduga menjadi dasar pihak lain untuk menjual lahan ke perusahaan.

Warga menuntut aparat kepolisian untuk segera memeriksa dan menangkap Kepala Lurah, karena tindakannya dinilai merugikan masyarakat dan membuka celah masuknya mafia tanah di wilayah itu.

Selain persoalan mafia tanah, PT. Krida Agri Sawita juga dituding melakukan aktivitas tanpa kelengkapan izin, termasuk dokumen AMDAL. Penetapan “zona merah” dan verifikasi lahan perusahaan memicu kekhawatiran warga akan hilangnya tanah warisan secara perlahan.

“Perusahaan tidak boleh beraktivitas sebelum masalah lahan diselesaikan. Ini soal hak hidup masyarakat,” ujar perwakilan FORKOM.

Banyak keluarga di Wasolangka kini hidup dalam kecemasan lantaran lahan yang sudah diwariskan turun-temurun terancam hilang. Harga jual tanah yang hanya Rp1.000/m² dinilai sangat merugikan warga dan tidak sebanding dengan nilai ekonomi maupun nilai historis tanah tersebut.

FORKOM meminta pemerintah daerah dan kepolisian bersikap tegas agar konflik tidak berkembang menjadi sengketa sosial yang lebih luas.

Masyarakat Wasolangka menegaskan bahwa konflik ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi hak asasi atas tanah, yang dilindungi undang-undang. Mereka mendesak penyelesaian hukum yang transparan, termasuk audit SKT, izin perusahaan, dan proses jual beli lahan yang dilakukan tanpa prosedur sah.

“Kami hanya ingin keadilan dan kepastian hukum. Mafia tanah harus ditindak,” tegas warga dalam pernyataan sikap FORKOM.

Penulis:

(Laode Ramuli)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *