Pemaksaan Panen Buah Sawit Oleh Perusahaan PT. HIP Di Lahan Plasma Milik Petani Buol Yang Sedang Bermasalah

Daerah196 Dilihat

Buol||TransTV45.com||Rabu 17 April 2024. Dua hari pasca libur lebaran tepatnya pada tanggal 16 dan 17 April 2024 pihak PT. Hardaya Inti Plantations (HIP) kembali berusaha untuk membuka paksa penghentian operasional kebun plasma yang sedang dilakukan oleh pihak masyarakat pemilik lahan sejak 8 Februari 2024.

Dalam rangka menuntut keadilan atas tanahnya, termasuk soal dana bagi hasil / SHU yang tak kunjung mereka terima kurang lebih 16 tahun lamanya.

Perusahaan melakukan mobilisasi buruh kebunnya untuk melakukan panen paksa di Perkebunan Plasma Koperasi Awal Baru, di Desa Balau dan Maniala, sehinga berpotensi terjadinya gesekan antara petani pemilik lahan dengan buruh perusahaan, Namun dalam keterangannya pihak buruh berdalih perintah kerja tersebut bukan oleh pihak perusahan, melainkan mereka mengikuti perintah oknum ketua koperasi Awal Baru. Mereka juga kebingungan karena tidak kunjung mendapat lokasi kerja baru yang sesuai, dan hanya mengikuti perintah.

 

Dalam melakukan pemanenan buruh dikawal pihak security perusahaan. Juga terlihat aparat Brimob di sekitar lokasi kebun plasma tersebut.

Dalam dua hari ini hampir saja terjadi insiden, salah satu petani atas nama pak Mada Yunus mendapat tekanan dan didorong-dorong oleh banyak orang dari pihak perusahaan serta ketua koperasi saat ia melakukan pelarangan pengangkutan TBS ke pabrik pengolahan sawit milik PT. HIP yang sudah sempat dipanen paksa.

 

Ia meminta untuk diutamakan penyelesaian masalah kemitraan inti-plasma terlebih dahulu baik di tingkat Pemerintah Daerah maupun lembaga berwenang lainnya, barulah boleh ada aktivitas di atas lahan sengketa plasma.

 

Tindakan serupa dilakukan oleh ibu Masnia, salah satu perempuan tani pembela HAM yang suaminya saat ini masih dalam tanahan LP Buol karena dilaporkan PT. HIP saat memperjuangkan tanah plasmanya pada tahun 2021 silam.

 

Menurut ibu Masnia sudah puluhan tahun petani ditipu dan tidak ada penyelesaian yang adil dan terbuka baik dari PT. HIP maupun pihak berwenang lainnya, sehingga kali ini ia bertekad akan malakukan segala upaya untuk menahan agar belum dilakukan operasional kebun oleh pihak Perusahaan mitra inti mereka, PT. HIP.

 

“Kami ini pemilik lahan tidak mau ribut dengan teman-teman buruh, kami sejak pilpres sudah mengurangi datang ke kebun plasma karna menghindari dituduh ini itu, sambil tunggu niat baiknya PT. HIP. Jadi kami harapkan juga, tolong perusahaan tidak bertindak semena-mena di tanah milik petani.

 

Kasihan kami sudah tidak terima bagi hasil plasma selama ini, masih juga dihina-hina dan dilapor-lapor ke polisi seolah kami ini penjahat yang mencuri di tanah HGU. Padahal jelas ini lahan plasma. Kebun plasma ini ow, bukan kebun inti.” Tegasnya.

Aksi penghentian sementara operasional kebun ini terpaksa dilakukan oleh para petani pemilik lahan lantaran kerjasama pembangunan plasma sama sekali tidak membawa keuntungan dan keadilan bagi mereka, selama bermitra petani tidak pernah mendapatkan bagian hasil panen TBS / sisa hasil usaha, bahkan banyak pemilik lahan yang tidak masuk dalam daftar keanggotaan koperasi justru digantikan dengan nama orang lain yang tidak dikenal.

 

Fatrisia Ain selaku pengurus Forum Petani Plasma Buol (FPPB) menyayangkan tindakan pihak PT. HIP yang tidak segera membuka ruang perundingan bersama para pemilik lahan, untuk upaya penyelesaian secara adil dan terbuka sebagaimana diminta para petani pemilik lahan selama ini.

 

Namun kesannya justru melakukan pembiaran hingga provokasi agar petani menyerah. Termasuk atas nasib buruh yang dipekerjakannya di kebun-kebun plasma, sebaiknya untuk sementara ini pihak PT. HIP menempatkan buruh di lokasi kerja baru yang sesuai dan tentu harus di luar perkebunan plasma sampai ada penyelesaian masalah kemitraan.

 

Jangan ada lagi penghasutan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga buruh dikerahkan beraktivitas di kebun plasma dan memicu kekisruhan. Tidak ada yang menginginkan terjadinya konflik horizontal. Tujuan petani hanya meminta perunding.

Rut Yohanes 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *