Pontianak, Kalbar – TransTV45.com || Putusan Pengadilan Negeri (PN) Mempawah terkait perkara pemalsuan surat tanah di Parit Derabak, Kalimantan Barat, menuai protes dari pihak keluarga terdakwa AR. Kejanggalan dalam penetapan barang bukti menjadi sorotan utama, di mana surat yang dianggap palsu tidak ditetapkan sebagai barang bukti dalam putusan Nomor: 416/Pid.B/2024/PN.Mpw tanggal 23 Januari 2025.
Kakak kandung mewakili keluarga AR, Ervan Y., S.H., mempertanyakan dasar hukum putusan tersebut. Menurutnya, AR diputus bersalah dalam kasus pemalsuan surat, di mana dokumen yang dipermasalahkan adalah Surat Pernyataan Tanah (SPT) tahun 2008 atas nama Ariyanto dengan saksi-saksi Asmaun dan H. Sarjono. Namun, dalam putusan pengadilan, justru SPT asli tahun 2008 atas nama Ariyanto dengan saksi Abdul Hadi dan Ahmad Endek yang ditetapkan sebagai barang bukti.
Selaku Kakak kandung Ervan menjelaskan bahwa SPT tahun 2008 dengan saksi Asmaun dan H. Sarjono merupakan dokumen yang diperbaiki berdasarkan petunjuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubu Raya. Perbaikan tersebut dilakukan menindaklanjuti surat dari Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat No: HP.01.03/238G-61/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018.
Dalam proses administrasi permohonan penerbitan sertifikat, BPN Kubu Raya meminta pemohon mengganti saksi karena ditemukan bahwa salah satu saksi dalam SPT asli telah meninggal dunia, sementara saksi lainnya tidak diketahui keberadaannya. Pergantian saksi ini dilakukan agar dapat memenuhi syarat administrasi, khususnya terkait kelengkapan KTP yang masih berlaku.
“Barang bukti adalah benda yang terkait dengan tindak pidana. Aneh jika surat yang dianggap hasil tindak pidana pemalsuan justru tidak ditetapkan sebagai barang bukti oleh majelis hakim. Lalu, apa yang menjadi dasar bahwa AR bersalah?” tegas Ervan.
Lebih lanjut, Ervan menyoroti kontradiksi dalam perkara ini. Jika SPT perbaikan dianggap palsu oleh penyidik, jaksa, dan majelis hakim, mengapa BPN tetap mengakui keabsahannya dan menerbitkan sertifikat tanah atas dasar dokumen tersebut? “Apakah mungkin seseorang yang memiliki dokumen asli justru dilaporkan sebagai pelaku pemalsuan surat? Ini bukan pidana, melainkan perbaikan administrasi,” ujarnya.
Keluarga AR juga mempertanyakan lambannya proses penerbitan sertifikat tanah oleh BPN Kubu Raya. Menurut mereka, sertifikat tanah atas nama Ariyanto baru diterbitkan pada tahun 2019, padahal permohonan sudah diajukan sejak tahun 2012.
“Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010 menyebutkan bahwa penerbitan sertifikat hak milik untuk tanah non-pertanian hanya memerlukan waktu 97 hari. Jika aturan ini dijalankan dengan baik, sertifikat mestinya sudah terbit pada 2012, bukan 2019,” kata Ervan.
Keluarga AR telah mengajukan laporan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA RI) terkait dugaan pelanggaran dalam putusan PN Mempawah. Mereka berharap laporan tersebut segera ditindaklanjuti agar proses hukum berjalan dengan adil.
“Kami berharap upaya banding yang telah diajukan bisa dipantau dengan baik, sehingga keadilan bagi AR tidak dipermainkan,” pungkas Ervan.||Jurnalis:Suparman
(Sumber: Kakak Kandung AR, Ervan Y., S.H., dan Keluarga)