Nino menambahkan, Kemendikbudristek juga mengingatkan pihak sekolah dan komite sekolah untuk diskusi bersama orang tua siswa atau wali murid untuk menentukan kegiatan bersama di sekolah. Ia menjelaskan, perihal musyawarah bersama orang tua siswa tertuang dalam amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
“Kami juga mengingatkan satuan pendidikan bersama dengan komite sekolah untuk mendiskusikan dan melakukan musyawarah dalam menentukan kegiatan bersama pada satuan pendidikan dengan melibatkan orang tua/wali murid, sebagaimana amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah,” ujar Nino.
Ditanya terkait perlindungan siswa kurang mampu dari tekanan untuk ikut wisuda TK hingga SMA di sekolah dengan tingkat ekonomi orang tua beragam maupun sekolah dengan mayoritas tingkat ekonomi orang tua mampu, Nino mengingatkan tanggung jawab pemerintah daerah (pemda) untuk mengawasi sekolah.
“Sesuai ketentuan perundang-undangan, satuan PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dikelola oleh pemda. Karena itu pengawasan terhadap satuan pendidikan juga merupakan tanggung jawab Pemda sesuai kewenangannya,” kata Nino.
“Kemendikbudristek berkoordinasi dengan pemda agar prinsip-prinsip di atas bisa dijalankan dengan baik, terutama di sekolah-sekolah yang komposisi sosial-ekonominya beragam,” sambungnya.
Keluhan terkait kegiatan wisuda di jenjang TK, SD, SMP, dan SMA disampaikan para orang tua murid di Indonesia pada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim lewat komentar di pos-pos Instagram @nadiemmakarim.
Sejumlah keluhan terkait wisuda TK sampai SMA di kolom komentar Nadiem antara lain biaya wisuda dan perpisahan yang memberatkan orang tua dan wali murid, pelaksanaan di gedung dan hotel yang turut menambah biaya wisuda, dan sekolah yang mematok biaya terlalu tinggi. Sedangkan tidak semua orang tua mampu membayar.
Di samping itu, para orang tua murid juga meminta penghapusan study tour jika menjadi kedok untuk jalan-jalan siswa, guru, dan keluarga guru; koordinator kelas berisi orang tua yang mengurusi perayaan seperti Hari Guru dan Lebaran; dan paguyuban yang berujung pada pungutan liar (pungli), sementara orang tua murid yang kena pungli tidak berani speak up.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah pasal 12, komite sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas sekolah secara langsung atau tidak langsung.
Lebih lanjut, komite sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang mengambil atau menyiasati keuntungan ekonomi dari pelaksanaan kedudukan, tugas, dan fungsi komite sekolah, serta dilarang melakukan pungutan dari siswa atau orang tua murid maupun walinya.( Anto)