Pontianak,TRANSTV45.Com|| Ketua Umum Lumbung Informasi Borneo Act Sweep (LIBAS), Jasli, menyoroti serius kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap seorang wartawan berinisial EA (51) yang dituduh melakukan pemerasan terhadap pengusaha kayu di Pontianak.
Menurut Jasli, penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Jika polisi begitu cepat memproses dugaan pemerasan bernilai Rp5 juta, maka seharusnya aparat juga berani menindak keberadaan sawmill ilegal yang telah beroperasi bertahun – tahun, jelas-jelas merugikan negara hingga miliaran rupiah.
“Dalam kacamata hukum, keadilan harus ditegakkan secara proporsional. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Wartawan memang bisa diproses, tetapi jangan lupakan bahwa akar masalahnya adalah bisnis kayu ilegal yang selama ini dibiarkan hidup subur oleh APH yang tidak ada dilakukan tindakan tegas selama ini,” terang Jasli.
Dugaan Jebakan dalam OTT Wartawan
Jasli menyoroti indikasi adanya jebakan dalam penangkapan EA. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pertemuan antara EA dan KH alias Akau—pemilik sawmill ilegal di kawasan Budi Utomo, Pontianak Utara—diduga sudah diatur sedemikian rupa.
“Dalam konteks hukum pidana, konstruksi sebuah OTT harus diuji. Apakah benar terjadi pemerasan ataukah ada rekayasa jebakan? Ini penting agar proses hukum tidak melenceng dari prinsip keadilan,” jelasnya.
EA sendiri mengaku ia dan KH sempat bersepakat untuk mencabut berita terkait *sawmill* ilegal dengan imbalan Rp5 juta.
Namun, begitu uang berpindah tangan, aparat langsung melakukan penangkapan dan menyita barang bukti berupa uang tunai, ponsel, serta rekaman percakapan.
Sawmill Ilegal Harus Ditindak Tegas
Ketua LIBAS menegaskan bahwa sawmill ilegal yang menjadi sumber masalah wajib diperiksa.
Ia menilai, publik akan kehilangan kepercayaan jika polisi hanya fokus menindak seorang wartawan, tetapi membiarkan cukong kayu ilegal tetap beroperasi.
“Ini soal keadilan substantif. Negara dirugikan, hutan rusak, dan lingkungan terancam. Jadi, tidak cukup hanya memproses wartawan. Pemilik sawmill juga harus ditarik ke ranah hukum. Kalau tidak, ini jelas diskriminatif,” tegas Jasli.
Menurutnya, lokasi sawmill ilegal tersebut bukan hal baru. Bahkan, informasinya sudah pernah disegel dan pemiliknya sempat berstatus buron. Namun hingga kini, aktivitasnya kembali berjalan tanpa hambatan.
Seharusnya pihak kepolisian harus mengusut tuntas terkait legalitas sawmill serta berasal dari mana kayu olahan berasal.
“Kami mendesak aparat, baik kepolisian maupun Dinas Kehutanan, untuk tidak menutup mata. Jangan sampai kasus ini menjadi preseden buruk, di mana wartawan dipenjara sementara cukong kayu ilegal tetap tertawa,” pungkas Jasli.
Hingga berita ini diterbitkan pihak awak media belum berhasil menghubungi Kasat Reskrim Polresta Pontianak.
Publish:Eddy
Sumber: lembaga LIBAS